Lihat ke Halaman Asli

Cahyadi Takariawan

TERVERIFIKASI

Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Apa Sulitnya Berbicara?

Diperbarui: 30 Juli 2024   13:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen pribadi, by Canva

Salah satu pemicu munculnya kebosanan dan kelelahan dalam pernikahan adalah tidak adanya obrolan yang dalam dan menyenangkan. Ketika setiap rasa berakhir dalam sepi dan tanpa suara. Masing-masing menyembunyikan luka, tanpa bicara dengan pasangannya.

Hidup bersama dalam rumah tangga dalam waktu yang lama, yang diobrolkan hanya angka-angka kebutuhan harian. Biaya bayar SPP sekolah anak-anak, listrik, gas, beras, gula, pulsa, dan lain sebagainya. Tak ada obrolan cinta dan suasana mesra.

Sibuk berumah tangga, lelah mencari penghidupan, dan lupa membangun kelekatan. Inilah yang banyak dialami pasangan suami istri.

Ayo Mulai Saling Terbuka

Situs SheKnows melaporkan hasil polling terhadap pembaca. "We asked our readers: What is the most challenging part of marriage? Thousands of women responded, and most agree that communicating with your man is the hardest part about being married". 

"Kami bertanya kepada pembaca kami: Apa bagian paling menantang dalam pernikahan?" demikian isi polling tersebut.  "Ribuan wanita menanggapinya, dan sebagian besar setuju bahwa berkomunikasi dengan pria adalah bagian tersulit dalam menikah", demikian laporan SheKnows.

Ternyata ngobrol terbuka itu bukan hal sederhana pada banyak pasangan. Berbicara, bercengkerama, mengobrolkan berbagai pemikiran dan perasaan, ternyata menjadi bagian tersulit dalam pernikahan mereka. Bukan mencari uang atau mendidik anak, yang paling sulit justru komunikasi dengan pasangan.

Mengapa berbicara dengan pasangan itu sulit? Karena mereka sudah lama tenggelam dalam kesibukan rutin kehidupan. Sibuk dengan karier, sibuk membangun usaha, sibuk dengan hobi, sibuk dengan berbagai urusan pribadi. Sampai lupa membangun kedekatan dengan suami atau istri.

Alexandra Saperstein dari situs YourTango (2019) menyatakan, keterbukaan adalah satu paket dalam komitmen yang dibangun sejak awal pernikahan. Terbuka dengan pasangan adalah bagian dari komitmen pernikahan; bukan sesuatu yang asing atau perlu dibangun secara terpisah.

Saperstein menyatakan, "When we enter into a committed relationship, this commitment should include an obligation to air grievances respectfully rather than to hoard our resentments privately. Ketika kita menjalin hubungan yang berkomitmen, komitmen ini harus mencakup kewajiban untuk menyampaikan keluhan dengan hormat dan bukannya menyimpan kebencian kita secara pribadi".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline