Lihat ke Halaman Asli

Cahyadi Takariawan

TERVERIFIKASI

Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Toxic Marriage (7), Tidak Setiap Perceraian Tercela

Diperbarui: 25 April 2022   06:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen pribadi

"Even when they have all the right reasons for leaving, they feel consumed by guilt, anxiety and fear of what others will think" --Syaikh Haytham Tamim.

Syaikh Haytham Tamim, seorang ulama, pengajar dan konsultan pernikahan Islam di Inggris menyatakan, banyak orang tertekan dalam kehidupan pernikahan namun tidak memiliki keberanian untuk mengambil keputusan perpisahan. Dalam kehidupan masyarakat, perceraian dianggap sebagai hal yang tercela. Maka banyak orang memilih bertahan dalam pernikahan beracun meskipun kehidupannya penuh tekanan.

"So, when you get married you are thrown in the deep end without knowing how to swim, then you are blamed when you sink". Ketika Anda menikah, seakan Anda dilempar ke jurang yang dalam tanpa tahu cara berenang, lalu Anda disalahkan ketika tenggelam, ungkap Syaikh Haytham.

Betapa banyak pernikahan yang tak dimulai dengan pembekalan yang memadai. Tak ada penyiapan yang terprogram rapi. Menikah seperti terjun bebas, dilempar ke jurang dalam tanpa mengerti cara berenang. Yang lebih menyedihkan lagi, saat tenggelam, mereka disalahkan.

"Beberapa perempuan sangat takut dengan konsekuensi sosial dan pandangan keluarga maupun masyarakat jika mereka bercerai. Mereka memilih tetap berada dalam pernikahan yang beracun, yang merugikan kesehatan mental dan emosional mereka, dan membahayakan masa depan anak-anak mereka", ungkap Syaikh Haytham Tamim.

"Bahkan ketika mereka memiliki semua alasan yang tepat untuk berpisah, mereka tetap merasa dikuasai oleh rasa bersalah, kecemasan, dan ketakutan akan apa yang akan dipikirkan orang lain", ungkap Syaikh Haytham. Ketakutan akan mendapatkan stigma negatif dari keluarga dan masyarakat demikian mendominasi, sehingga banyak yang memilih bertahan dalam ketertekanan.

"Children inherit patterns of behaviours from their parents, whether it is oppressive fathers or self-sacrificing mothers. This is not healthy" --Syaikh Haytham Tamim.

Dalam pernikahan beracun yang berlangsung dalam waktu lama, akan memberikan contoh yang buruk bagi anak-anak. Ketika anak-anak hampir setiap hari menyaksikan pemandangan yang mengerikan. Ayah yang galak dan kasar, memukul dan memaki isbu mereka. Ibu yang lemah dan rentan, sering menangis tak berdaya. Ini pemandangan sangat buruk bagi anak-anak.

"Marriage is not supposed to be painful", ujar Syaikh Haytham. Pernikahan itu tidak seharusnya menyakitkan. Harusnya pernikahan memberikan suasana sakinah, mawadah, rahmah dan penuh berkah. Menghadirkan keluarga yang penuh keharmonisan dan kebahagiaan, menjadi surga dunia bagi semua anggota keluarga.

"It is not destiny to live in hardship. Who said you have to have hardship in your marriage?" Bukanlah takdir untuk hidup dalam kesulitan, karena Anda bisa memilih. "Siapa bilang Anda harus mengalami kesulitan dalam pernikahan Anda?" ungkap Syaikh Haytham.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline