Lihat ke Halaman Asli

Cahyadi Takariawan

TERVERIFIKASI

Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Curang! Jika Suami dan Istri Hanya Bisa Menuntut Hak

Diperbarui: 15 April 2022   20:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen pribadi

Dalam kehidupan berumah tangga, ada hak dan kewajiban yang mengikat pada suami dan istri. Kewajiban suami adalah hak istri, dan kewajiban istri adalah hak bagi suami. Jika suami telah menunaikan kewajiban, hak istri akan terpenuhi. Demikian pula jika istri telah menunaikan kewajiban, hak suami akan terpenuhi.

Yang menjadi masalah apabila suami dan istri saling menuntut hak dari pasangan. Suami menuntut haknya dari istri, dan istri menuntut haknya dari suami. Mereka hanya menuntut dipenuhinya hak, sementara tidak menunaikan kewajiban kepada pasangan. Sikap seperti ini disebut sebagai curang, karena tidak adil dan tidak seimbang.

Islam sangat memperhatikan keadilan dan keseimbangan dalam segala sesuatu. Maka seluruh bentuk ketidakadilan mendapatkan kecaman dan ancaman. Tidak tanggung-tanggung, ancaman Allah kepada pelaku kecurangan sangatlah keras. Sangat mengerikan, membuat bulu kuduk serasa berdiri ketakutan. Perhatikan firman Allah Ta'ala berikut,

-- : -

"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang; (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam" (QS Al-Muthaffifin : 1-6).

Apakah ayat-ayat di atas hanya berlaku dalam dunia takar menakar dan jual beli? Apakah ayat di atas hanya membicarakan soal timbangan yang biasa dipakai para pedagang di pasar? Mungkin kita membayangkan timbangan yang diganjal, timbangan yang dipalsukan, timbangan yang tidak ditera, dan lain sebagainya.

Ternyata, makna ayat di atas sangat luas. Tidak hanya terkait dengan jual beli dan takar menakar barang. Dalam kitab tafsir "Li Yaddabbaru Ayatih" dari Markaz Tadabbur dijelaskan, bahwa sahabat Salman Al-Farisi berkata, "Shalat adalah takaran, barangsiapa menyempurnakanya, maka dia akan disempurnakan, dan barangsiapa berlaku curang, maka kalian telah mengetahui apa yang (Allah) firmankan mengenai orang-orang yang berlaku curang".

Markaz Taddabur menilai, ini adalah salah satu kehebatan ilmu orang salih terdahulu dalam memaknai ayat-ayat Al-Qur'an. Salman Al-Farisi menjadikan makna ancaman yang ada dalam surah ini untuk siapapun yang berlaku curang walaupun bukan dalam persoalan jual beli.

Selanjutnya, Markaz Taddabur menjelaskan, { } diturunkan atas perlakuan orang-orang yang berbuat curang pada timbangan dan takaran dalam jual beli. Akan tetapi makna yang terkandung di dalamnya juga berlaku bagi siapa saja yang berbuat curang di luar perkara tersebut.

Sebagai contoh, sesorang memiliki tanggung jawab dalam suatu kepentingan dia memberikan kemudahan kepada pihak tertentu dan tidak memberikannya pada pihak lain. Atau dia mementingan keperluan dirinya saja tanpa memikirkan nasib orang lain. Atau sesorang tidak memuji satu pihak tertentu seperti yang disampaikan kepada pihak lainnya yang pada hakikatnya mereka adalah satu kepentingan"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline