Lihat ke Halaman Asli

Cahyadi Takariawan

TERVERIFIKASI

Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Keprihatinan, Patut untuk Dibukukan

Diperbarui: 10 April 2022   17:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen pribadi

"Jangan hanya menjadi pembaca. Jadilah penulis" --Jeminah, 2022.

Hari Ahad siang (10 April 2022) kemaren, telah digelar launching tiga buku karya tiga perempuan peserta Kelas Buku Single (KBS) Alineaku. Acara yang dilaksanakan melalui media Zoom Meeting tersebut berlangsung seru, karena penuturan ketiga narasumber yang sangat antusias.

Tampil dalam Launching Buku tersebut, Jeminah penulis buku "Mendidik Generasi, Meraih Mimpi"; Ela Faisah penulis buku "Mengubah Mindset Guru di Era Revolusi Industri 4.0"; dan Eva Dessy Pinasti penulis novel "Bianglala Hati". Acara dipandu oleh Rahajeng Mufid, mentor Kelas Buku Single Alineaku.

Ada banyak kesamaan dari ketiga narasumber. Ketiganya adalah perempuan, ketiganya adalah guru, dan proses menulis buku dilatarbelakangi oleh keprihatinan tertentu. Bisa dikatakan, spirit menghasilkan karya tulis adalah dorongan dari sebuah etos perjuangan dan rasa keprihatinan.

Bagaimana mereka menjaga spirit menulis hingga mampu melahirkan buku? Simak penuturan heroik mereka.

Jeminah : Saya Harus Mengajar Kelas 1 Sampai Kelas 12 

Bisakah Anda bayangkan, jika seorang guru harus mengajar kelas 1 sampai kelas 12 sekaligus? Bagaimana rasanya? "Saya tidak pernah istirahat", jawab Jeminah.

Sebagai pendidik agama Buddha, ia harus sabar menjalankan tugas mengajar untuk semua kelas. Sekolah Dasar (SD) kelas 1 hingga kelas 6; Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas 7 hingga kelas 9; serta Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas 10 hingga kelas 12. Keterbatasan guru Agama Buddha di tempat ia bertugas, membuatnya harus bekerja keras.

Perjuangan dan kegigihan sudah menempa dirinya, saat sekolah di SMEP (setingkat SMP) dan SMEA (setingkat SMA) di Karanganyar, Kebumen. Ia adalah satu-satunya murid beragama Buddha. Untuk mendapatkan pelajaran agama Buddha ia harus mengikuti di sekolah lain yang terletak di kecamatan yang berbeda. Sebuah perjuangan dan kegigihan, yang menempa mentalnya untuk kuat menghadapi berbagai ujian dan tantangan.

Saat mendirikan Yayasan untuk lembaga pendidikan, ada sangat banyak keterbatasan. Namun karena sudah ditempa oleh berbagai kesulitan sejak muda belia, Jeminah tetap bersemangat dan bertekad mewujudkan cita-cita mulianya. Ternyata sangat banyak pihak yang datang memberikan berbagai bantuan, padahal tidak dikenal sebelumnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline