Lihat ke Halaman Asli

Cahyadi Takariawan

TERVERIFIKASI

Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Mendidik Anak Laki-laki untuk Menjadi Laki-laki

Diperbarui: 26 April 2021   16:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendidik anak laki-laki menjadi laki-laki (suhash villuri/unsplash)

Hari ini, 19 November, adalah International Men's Day (IMD) alias Hari Laki-laki Internasional. Apa istimewanya laki-laki? Tentu ada sangat banyak jawaban, tergantung perspektif yang kita gunakan.

Apakah harus seragam cara memahami laki-laki? Jika kita mengharuskan keseragaman dalam cara memahami sesuatu, mungkin perlu diusulkan adanya Hari Keseragaman Internasional (HKI). Supaya tak ada beda penafsiran dan pemahaman tentang segala sesuatu.

Mumpung belum ditetapkan HKI, saya berikan makna atas kelelakian seorang laki-laki. Semua dari kita juga berhak mengajukan makna, sesuai perspektif yang kita gunakan.

Memahami Kelelakian Laki-laki

Dalam tinjauan agama, laki-laki adalah pemimpin bagi keluarga. "Ar rijalu qawwamuna 'alan nisa". Laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan, demikian teks ayat yang mulia.

Menjadi laki-laki adalah bab menjadi pemimpin. Dalam konteks kepemimpan keluarga, memimpin harus dilakukan dengan penuh kebijakan dan kelembutan. Sebab Nabi Saw memerintahkan kepada kaum laki-laki, "Urfuq bil qawarir, bersikap lembutlah kepada kaca-kaca" (HR. Bukhari, Muslim dan An-Nasa'i).

Al Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari menjelaskan, "Al-Qawarir adalah bentuk jamak dari kata tunggal qarurah yang artinya kaca. Perempuan disamakan dengan kaca karena begitu cepatnya mereka berubah dari ridha menjadi tidak ridha, dan tidak tetapnya mereka (mudah berubah sikap dan pikiran) sebagaimana dengan kaca yang mudah untuk pecah dan tidak menerima kekerasan".

Memimpin perempuan yang "tidak bisa menerima kekerasan sikap" sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar, haruslah sangat bijak dan berhati-hati. Tidak boleh berlaku kasar, tidak boleh kaku, tidak boleh galak, tidak boleh cuek. Perempuan mudah sakit hati jika dicuekin, digalakin dan dikasarin.

Di sini, muncul tuntutan sikap yang 'dilematis'. Satu sisi, pemimpin harus berani, tegas, berwibawa dan siap menghadapi tantangan. Di sisi lain, pemimpin harus lembut dan bijaksana. Memadukan dua sisi yang harus tepat proporsinya.

Maka, menjadi laki-laki yang mengerti makna kepemimpinan, tidaklah mudah. Menurut mbak Intan Savitri, "menjadi laki-laki yang baik, laki-laki yang mengerti makna kepemimpinan memang tidak mudah. Mungkin masih lebih mudah meraih gelar Ph.D di bidang fisika nuklir, sejarah, pebisnis atau pemimpin politik".

Kunci pertama adalah pada edukasi. Bagaimana mendidik anak laki-laki, dengan cara laki-laki, agar mereka bisa menjadi laki-laki.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline