Sangat ingin aku bertemu denganmu. Sastrawan Indonesia yang puisi-puisinya selalu mengganggu nyenyak tidurku. Sebab aku merasa tak bisa menciptakan karya sekualitas itu.
Pilihan kata yang indah, Mendayu-dayu. Membuat siapapun yang membaca, bisa menjadi romantis dadakan. Sungguh hebat dirimu.
Waktu itu pun tiba. Momentum peluncuran novel Yang Fana Adalah Waktu, tahun 2018 di Jakarta. Aku datang untuk bertemu denganmu.
Bahagia rasanya bertemu denganmu, Eyang. Aku duduk di kursi paling depan. Mendapat kehormatan dari penyair Buset ---Budhi Setyawan yang menjadi ketua panitia waktu itu.
Saat mendapat kesempatan bertanya, aku langsung angkat tangan tinggi-tinggi. Beruntung, moderator memberi kesempatan kepada aku.
"Aku mencintaimu, itu sebabnya aku tak kan pernah selesai mendoakan keselamatanmu", demikian kalimat pertama yang aku ucapkan di forum itu. Meminjam bait puisi indahmu.
Aku menyaksikan responmu tersentak kaget mendengar kalimat itu. Spontan engkau berucap, "Nah, itu !".
Lalu aku bertanya, bagaimana ia bisa menjadi lelaki yang sangat romantis seperti itu? Jawabanmu mengejutkanku.
"Saya tidak romantis. Saya biasa saja. Pembaca yang membuat saya menjadi romantis", jawabmu waktu itu. Aku mengangguk-angguk, tak memahami jawaban itu.
Lalu aku bertanya, bagaimana proses kreatif yang bisa menciptakan karya-karya indah itu? Lagi-lagi, jawabanmu mengejutkanku.
"Karya saya biasa saja. Editor yang bekerja keras memperbagus karya saya. Jadi, kalau sampai tulisan saya jelek, editor yang salah," jawabmu berseloroh.