Lihat ke Halaman Asli

Cahyadi Takariawan

TERVERIFIKASI

Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Mengapa Menikah Disebut Separuh Agama?

Diperbarui: 14 Juni 2021   05:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengapa Menikah Disebut Separuh Agama? | foto : dokumen pribadi

Menikah adalah salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Nilai penting menikah, bukan saja dilihat dari respon manusia yang antusias dan bergembira dengan pernikahan. Namun lebih mendasar dari itu adalah, bagaimana Nabi saw meletakkan pernikahan sebagai separuh agama. Separuh, berarti 50 % atau setengah. Ini menandakan pengaruh pernikahan yang sangat penting untuk kebaikan agama seseorang.

Nabi saw menyatakan pernikahan sebagai nishfu ad-din. Dari Anas bin Malik ra, Nabi saw bersabda,

"Ketika seorang hamba menikah, berarti dia telah menyempurnakan separuh agamanya (nishfu ad-din). Maka bertaqwalah kepada Allah pada separuh sisanya" (Dinilai hasan li ghairihi, dalam Shahih Targhib wa Tarhib 2/192).

Baca juga: Usia 30+ Belum Menikah? 2 Opsi Ini Bisa Jadi Pilihan

Menikah Menjaga Manusia dari Kerusakan

Mengapa menikah disebut sebagai nishfu ad-din (separuh agama)? Terdapat banyak keterangan dari para ulama. Kita coba menyimak penjelasan dari Imam Al-Ghazali dan Imam Al-Qurthubi tentang makna nishfu ad-din.

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin menjelaskan, dua hal yang paling potensial merusak manusia adalah syahwat kemaluan dan syahwat perut. Menikah telah menyelamatkan manusia dari syahwat kemaluan, inilah makna nishfu ad-din. Imam Al-Ghazali menyatakan,

"Rasulullah saw bersabda, 'Siapa yang menikah, berarti telah melindungi setengah agamanya. Karena itu bertaqwalah kepada Allah untuk setengah yang kedua'. Ini merupakan isyarat tentang keutamaan nikah, yaitu dalam rangka melindungi diri dari penyimpangan, agar terhindar dari kerusakan. Karena yang merusak agama manusia umumnya adalah kemaluan dan perutnya. Dengan menikah, maka salah satu telah terpenuhi".

Menurut Imam Al-Ghazali, menikah akan melindungi manusia dari penyimpangan dan menghindarkan dari kerusakan. Sangat banyak kerusakan akibat dari dibebaskannya syahwat kemaluan, bukan hanya kerusakan yang menimpa pelaku, namun menimpa masyarakat, bangsa bahkan negara. Kebebasan seksual dalam berbagai bentuknya, telah menimbulkan kerusakan sistemik yang menimpa sebuah komunikas, masyarakat atau bangsa. Pelajaran penting harus kita ambil dari kaum Nabi Luth yang melakukan penyimpangan seksual secara massif.

Baca juga: Siap Menikah atau Karier di Usia 25

Jauhi Zina, Bagimu Surga

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline