Lihat ke Halaman Asli

Cahyadi Takariawan

TERVERIFIKASI

Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Pikir Lagi Seribu Kali Sebelum Bercerai

Diperbarui: 24 Agustus 2016   16:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.pinterest.com

Pernikahan dalam pandangan agama maupun sosial, adalah peristiwa sakral yang harus dijaga hingga sepanjang usia hidup manusia. Perceraian bukanlah hal yang bisa dilakukan dengan semena-mena hanya berdasarkan kemarahan atau emosi atau dipicu hal-hal sepele lainnya. Keutuhan dan keharmonisan keluarga harus dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya, dengan berbagai usaha bersama antara suami dan istri. Perceraian tidak boleh dijadikan sebagai pelampiasan dari setiap permasalahan yang melanda keluarga.

Walaupun agama membolehkan bercerai, namun itu adalah jalan keluar terakhir setelah semua cara dilakukan tidak membuahkan hasil. Tentu saja ada sisi positif berupa manfaat dari perceraian, sehingga agama memberikan jalan keluar jika sudah tidak bisa menjaga kebersamaan lagi. Namun sepanjang masih ada jalan untuk menyatukan, maka pilihan utama adalah tetap menjaga keutuhan keluarga. Perceraian disebut sebagai perbuatan halal yang dibenci Allah.

Gangguan Kesehatan

Ada sangat banyak sisi negatif dari perceraian, diantaranya adalah memunculkan sejumlah penyakit. Perasan tidak tenang, tidak nyaman, yang muncul akibat proses perceraian membuat seseorang menjadi sulit tidur, sehingga memudahkan munculnya sejumlah penyakit. Situs Dailymail pernah memuat laporan bahwa perceraian dapat membuat seseorang sulit tidur yang akhirnya mengakibatkan kematian karena tekanan darah tinggi. Laporan itu dibuat berdasarkan serangkaian studi di Amerika Serikat.

Dalam pandangan agama, pernikahan dan berumah tanggalah yang mampu memunculkan kondisi sakinah, mawaddah wa rahmah. Sebuah kondisi tenang, tenteram, damai, nyaman, bahagia, sejahtera, dan memberdayakan semua potensi positif anggotanya. Pernikahan memunculkan berkah dalam kehidupan, hidup menjadi seimbang dan tenang. Ada tempat untuk berbagi, ada tempat untuk mencurahkan kasih sayang, ada tempat untuk mendapatkan perlindungan.

Oleh karena itu wajar jika perceraian memberikan dampak yang sebaliknya. Kondisi ketenangan yang semula dirasakan, menjadi hilang setelah bercerai. Psikolog, Dr. David Sbarra dari University of Arizona, mengatakan bahwa mereka melihat efek tertunda penyakit dari 138 orang yang berpisah dengan pasangannya. "Ada peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik pada  mereka yang berpisah dan bercerai. Padahal tekanan darah normal adalah sekitar 120/80," kata Sbarra.

Untuk itu, ada nasehat psikolog agar dilakukan pendampingan paska perceraian dalam rangka membuat suasana yang lebih nyaman. Jika perlu, sampai ke tingkat terapi. Penulis laporan studi tersebut, Kendra Krietsh menerangkan bahwa orang-orang yang sulit tidur setelah bercerai mungkin harus mau melakukan terapi perilaku kognitif. "Jika setelah bercerai dia tidak bisa tidur, maka mereka benar-benar perlu mendapatkan bantuan karena bisa menyebabkan masalah," ujarnya.

Kesendirian : Menenangkan atau Menyiksa?

Kadang kesendirian itu lebih baik dan lebih kondusif bagi seseorang, karena saat hidup berumah tangga kerap mendapatkan kekerasan, kekasaran dan perlakuan tidak manusiawi dari pasangan. Dalam contoh kasus KDRT yang parah, perceraian adalah jalan terbaik. Demikian pula dalam contoh seseorang yang mengidap penyimpangan seksual parah, sering melakukan penyiksaan terhadap pasangan sebelum berhubungan suami istri, dan bisa membahayakan jiwa pasangan, maka kesendirian jauh lebih baik dan lebih menenangkan.

Pada contoh kasus yang sangat spesifik tersebut, cerai adalah jalan keluar yang disarankan. Kesendirian adalah kondisi yang menenangkan jiwa, dibanding harus menanggung beratnya siksaan dari pasangan. Dengan kondisi seperti itu, kita bisa mengetahui betapa cerai adalah salah satu solusi yang memang diperlukan. Karena jika tidak bercerai, yang didapatkan adalah kekerasan dalam rumah tangga yang membahayakan jiwa dan raganya.

Namun dalam banyak contoh kasus, perceraian sering kali hanya terkait dengan ego dan harga diri. Merasa dihina, merasa direndahkan, merasa dikhianati, merasa tidak dihargai, merasa tidak didengarkan, merasa tidak dibutuhkan, dan ribuan perasaan negatif lain terhadap pasangan. Hanya karena terdorong emosi, lalu cepat-cepat memutuskan untuk bercerai. Dalam contoh seperti ini, keputusan bercerai menjadi sangat prematur. Kurang pertimbangan, kurang alasan yang bisa dipertanggungjawabkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline