Lihat ke Halaman Asli

Cahyadi Takariawan

TERVERIFIKASI

Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Adakah “Kesempatan Kedua” untuk Membangun Cinta dalam Keluarga?

Diperbarui: 14 Januari 2016   09:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi : www.goziyan.com"][/caption]Ketika konflik hebat melanda pasangan suami istri dan mereka merasa sudah tidak memiliki jalan keluar, perceraian adalah pikiran yang lazim muncul pada keduanya. Tidak peduli sudah berapa lama mereka hidup berumah tangga, saat ketegangan memuncak banyak pasangan suami istri yang berpikir jalan pintas. Cerai adalah jalan termudah untuk mengakhiri semua konflik dan ketegangan antara suami. Inilah jalan pintas yang kerap dipikirkan oleh suami dan istri.

“Saya sudah lelah dengan konflik ini. Saya sudah tidak sanggup menghadapi hidup yang penuh konflik ini,” ujar istri.

“Saya sudah tidak tahu harus berbuat apa. Lelah saya dibuatnya”, ujar suami.

Ternyata keduanya sama-sama merasa lelah. Keduanya sama-sama merasa jenuh. Keduanya sama-sama merasa tersakiti. Keduanya sama-sama merasa tidak mau berada dalam kondisi seperti ini. Keduanya sama-sama ingin bahagia. Tapi kedua-duanya juga tidak bisa keluar dari konflik yang selalu terjadi.

Sepertinya aneh ya, tapi sering terjadi situasi seperti itu. Padahal mereka sendiri yang menciptakan konflik, mereka sendiri yang menciptakan krisis. Namun mereka merasa bingung dan tidak tahu bagaimana cara menghadapinya. Pada situasi seperti ini, suasana keluarga terasa sangat mencekam. Tidak ada lagi kebahagiaan, tidak ada lagi kelembutan, tidak ada lagi kasih sayang. Yang tersisa hanya kemarahan, kejengkelan, ketidaknyamanan dan berbagai perasaan negatif lainnya.

Padahal sebenarnya kunci penyelesaian ada pada mereka berdua. Hanya mereka sendiri yang bisa menyelesaikan persoalan dalam kehidupan keluarga. Tidak ada orang lain yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Di ujung titik buntu itu, mereka dihadapkan pada dua pilihan. Mengakhiri kisah cinta mereka, atau membangun ulang cinta dalam keluarga.

Pilihan pertama itu artinya bercerai. Pilihan kedua itu yang kerap disebut sebagai “kesempatan kedua”. Jika mereka memilih pilihan ketiga, tidak bercerai namun juga enggan menyelesaikan persoalan, yang akan mereka rasakan adalah siksaan dalam masa yang panjang. Hidup serumah dengan pasangan sah, namun tidak saling berinteraksi dan berkomunikasi. Hidupnya sendiri-sendiri, hanya demi mempertahankan gengsi.

Cobalah berpikir rasional dan dewasa. Fokuskan pada pilihan untuk membangun ulang cinta dalam keluarga. Manfaatkan kesempatan kedua yang selalu ada dan selalu terbuka. Jangan cepat-cepat untuk memutuskan mengakhiri kisah cinta dalam keluarga. Ingat, pernikahan adalah ikatan sakral atas nama Tuhan yang disahkan secara agama dan dilegalkan oleh aturan negara. Jangan cepat-cepat merusak ikatan sakral itu.

Sepuluh Pertanyaan untuk Menciptakan “Kesempatan Kedua”

Ketika pasangan suami istri merasa buntu, tidak menemukan jalan keluar dari krisis yang mereka hadapi, cobalah melakukan cooling down. Diam dan rehat, merenung dan berpikir, menenangkan hati dan pikiran, mendinginkan perasaan dan keinginan. Endapkan emosi, tundukkan ego, redakan kemarahan, urai ketegangan. Jangan mengambil keputusan besar dalam suasana emosi seperti ini.

Seluruh konselor pernikahan menekankan agar pasangan tidak tergesa-gesa memutuskan bercerai. Kami para konselor di Jogja Family Center (JFC) selalu menyampaikan bahwa JFC itu jurusan rujuk. Bukan jurusan cerai. Siapapun yang datang berkonseling kepada kami selalu diarahkan untuk mempertahankan keutuhan keluarga. Kami mengarahkan pasangan suami istri agar memanfaatkan “kesempatan kedua” dalam kehidupan pernikahan mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline