Lihat ke Halaman Asli

Cahyadi Takariawan

TERVERIFIKASI

Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Iedul Fithri: Minta Maaf Pertama Kali Kepada Keluarga Terdekat

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13452434511862034610

[caption id="attachment_207381" align="aligncenter" width="537" caption="ilustrasi - http://artstuck.deviantart.com"][/caption]

Salah satu tradisi yang positif setiap kali memasuki Iedul Fithri adalah saling memaafkan dan silaturahim. Sesungguhnya ini bukan merupakan ajaran agama yang secara langsung melekat dengan rangkaian ibadah Ramadhan maupun Iedul Fithri, namun merupakan sebuah tradisi yang baik untuk dilaksanakan. Sebab ajaran agama menyuruh kita untuk banyak silaturahim –bukan hanya karena Iedul Fithri—dan ajaran agama menyuruh kita untuk banyak meminta maaf serta memaafkan –bukan hanya karena Ramadhan telah usai.

Namun sepertinya masih banyak yang belum “urut” dalam prosesi maaf memaafkan ini. Masih banyak kalangan masyarakat yang sibuk silaturahim ke rumah saudara dan kerabat jauh untuk silaturahim dan maaf memaafkan, namun belum meminta maaf kepada orang-orang terdekat. Masih banyak orang yang pergi mengunjungi tetangga kanan kiri, berkeliling wilayah satu RT, masuk dari rumah ke rumah untuk silaturahim dan saling memaafkan. Namun ternyata belum saling maaf memaafkan dengan keluarga terdekatnya.

Kesalahan Terbanyak Kita adalah Kepada Keluarga

Jika kita hitung, dosa dan kesalahan terbanyak seorang suami adalah kepada isteri dan anak-anaknya sendiri. Betapa sering menyakiti hati isteri, betapa banyak menyinggung perasaan isteri, betapa sering membuat isteri kecewa, betapa banyak membuatnya jengkel dan marah. Suami sebagai pemimpin rumah tangga yang harusnya melindungi, menjaga, merawat isteri dengan sepenuh cinta kasih, namun sering justru berlaku kasar, berwajah murka, mengeluarkan kata-kata menyakitkan, dan bertindak yang melukai hati dan jiwa isteri.

Suami sebagai pemimpin yang harusnya mendidik, mengarahkan, membersamai, melindungi anak-anak dengan sepenuh  cinta dan kasih sayang, namun seringkali justru mentelantarkan anak dengan alasan pendidikan sudah dititipkan ke sekolahan. Sering berlaku kasar kepada anak, menyakiti hati anak, dan kurang peduli dengan perkembangan jiwa anak-anak.

Demikian pula jika dihitung, dosa dan kesalahan terbanyak seorang isteri adalah kepada suami dan anak-anak. Betapa sering menyakiti hati suami dengan kata-kata dan perbuatan, betapa banyak membuat kecewa suami, betapa sering mengabaikan hak-hak suami dengan berbagai macam alasan pembenaran. Isteri yang seharusnya mendampingi suami untuk mengatur dan mengelola urusan rumah tangga, masih sering disibukkan dengan urusannya sendiri, sehingga melalaikan tanggung jawab besarnya kepada suami dan anak-anak.

Isteri sebagai pendidik anak-anak, yang seharusnya merawat anak sejak dalam kandungan, menyusui dan mengurusnya dengan baik, masih banyak yang bersikap kasar serta emosional saat menghadapi kerewelan anak-anak. Tingkah polah anak-anak yang sering atraktif dan tidak sesuai keinginan orang tua, masih sering disikapi dengan kekasaran dan kekakuan sehingga justru semakin membuat anak jauh dari kasih sayang.

Suami, isteri dan anak-anak bertemu dan berinteraksi setiap saat, bukan hanya sesekali. Karena seringnya interaksi, karena adanya hak dan kewajiban yang melekat pada setiap posisi, maka wajar jika menimbulkan banyak kesalahan dan kekurangan. Berbeda dengan tetangga dan apalagi kerabat yang jauh dari rumah kita. Bertemu saja jarang, berinteraksi juga jarang, serta hubungan yang terbentuk adalah hubungan persaudaraan atau kekerabatan atau persahabatan dalam bentuk yang umum. Tidak hubungan yang sangat intim seperti sebuah keluarga.

Tingkat kesalahan dan dosa kepada tetangga maupun kerabat yang jauh dari rumah kita, secara umum, lebih kecil dan lebih sedikit dibandingkan dengan kesalahan dan dosa kepada orang-orang terdekat kita.

Maaf Memaafkan Dimulai dari Keluarga Terdekat

Besok pagi, sebelum berangkat shalat Iedul Fithri atau setelahnya, hendaknya ada waktu sejenak di rumah kita masing-masing. Suami memulai meminta maaf kepada isteri dan anak-anak. Mengapa dimulai dari suami, karena suami adalah pemimpin keluarga sehingga tentu paling banyak salahnya. Sebagai suami jangan sampai enggan dan merasa gengsi untuk mendahului meminta maaf, karena suami akan dijadikan sebagai contoh panutan oleh anggota keluarga.

Kalau suami tidak mau meminta maaf, akan menjadi contoh yang jelek bagi isteri dan anak-anak. Ini adalah pembiasaan yang negatif, bahwa suami merasa diri tidak punya salah dan tidak mau meminta maaf. Namun akan menjadi contoh teladan yang positif jika suami merendahkan diri, mengakui kesalahan, dan meminta maaf kepada isteri dan anak-anak. Tidak akan berkurang wibawa suami karena meminta maaf dan mengakui kesalahan.

Setelah itu, berikutnya isteri meminta maaf kepada suami dan anak-anak. Isteri sebagai pendamping suami dalam mengelola dan mengurus rumah tangga juga harus memberi contoh kebaikan kepada anak-anak dengan jalan bersedia mengakui kesalahan dan kekurangan dan bersedia meminta maaf secara tulus. Isteri jangan sampai enggan dan gengsi meminta maaf kepada suami karena merasa suami yang lebih banyak kesalahannya.

Setelah suami dan isteri saling memaafkan, berikutnya sebagai orang tua, suami dan isteri meminta maaf kepada anak-anak. Orang tua memiliki banyak kewajiban kepada anak-anak, dan karena alasan kesibukan maupun alasan lainnya, kenyataannya masih sering melalaikan dan mengabaikan tanggung jawab tersebut. Sudah selayaknya orang tua yang mendahului meminta maaf kepada anak-anak. Jangan sampai merasa enggan dan gengsi meminta maaf, karena ini akan menjadi pembiasaan bagi anak-anak.

Berikutnya anak-anak meminta maaf kepada ayah dan ibu. Mereka harus diajari untuk mengakui kesalahan-kesalahan kepada orang tua, dan bersedia meminta maaf. Anak-anak tidak boleh merasa gengsi dan enggan untuk meminta maaf, karena pasti sangat banyak kesalahn dan dosa anak terhadap ayah dan ibunya.

Setelah maaf memaafkan di rumah selesai, barulah ke rumah tetangga dan kerabat untuk silaturahim dan maaf memaafkan dengan mereka.

Selamat menyambut Hari Raya Iedul Fithri 1433 H, semoga seluruh ibadah Ramadhan kita mendapatkan balasan kebaikan berlimpah dariNya. Mohon maaf lahir dan batin, minal ‘a-idin wal fa-izin, kullu ‘amin wa antum bikhairin. Aamiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline