Lihat ke Halaman Asli

Cahyadi Takariawan

TERVERIFIKASI

Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Peran Ayah dalam Menciptakan Ketahanan Keluarga

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13964893881342346219

[caption id="attachment_329820" align="aligncenter" width="333" caption="ilustrasi : www.beliefnet.com"][/caption]

Pendahuluan

Ketahanan keluarga bukan saja sebuah harapan yang bersifat individual, namun bahkan diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Menurut UU tersebut, pembangunan keluarga bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tenteram dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.

UU juga menyatakan bahwa keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggungjawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.

Ketahanan keluarga adalah kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materiil dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin (pasal 1 angka 15 UU Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera).

Dari berbagai tinjauan tersebut, peran ayah menjadi sangat signifikan untuk mewujudkan tujuan keluarga maupun ketahanan keluarga.

Mencari Sosok Ayah

Anda masih ingat postingan saya di Kompasiana berikut ini? Empat anak siswa SD berbincang saat jam istirahat, tentang ayah mereka.

Edi : "Ayahku hebat. Ia pilot pesawat terbang. Tiap hari ayahku mengelilingi Indonesia dengan pesawatnya".

Andi : "Ayahku lebih hebat. Ia bisnis eksport import. Tiap hari ia mengurus bisnisnya ke berbagai negara, bukan hanya Indonesia".

Eko : "Ayahku lebih hebat. Ia bekerja di PBB. Tiap hari ia keliling dunia, bukan hanya ke berbagai negara".

Amin : "Ayahku lebih hebat lagi. Ia bekerja di sini saja, di SD ini, sebagai petugas kebersihan".

Edi, Andi dan Eko tertawa bersama. "Apanya yang hebat dari ayahmu, kalau ia hanya bekerja menjadi petugas kebersihan di sini?"

Amin : "Ayahku selalu ada untukku. Aku berangkat dan pulang sekolah bersama ayah. Waktu di rumah, aku bisa bermain bersama ayah. Di sekolah pun, aku selalu melihat ayahku bekerja. Aku senang di dekat ayah".

Amin sangat merasakan kehadiran ayah di dekatnya. Ia bangga memiliki ayah yang terus ada untuknya. Bukan ayah hebat yang tidak pernah di rumah. Bukan ayah hebat yang tidak pernah sempat mengantarkan anak ke sekolah. Bukan ayah hebat yang tidak pernah dirasakan kehadirannya oleh anak-anak, karena kesibukan kerja.

Tapi ayah hebat yang selalu dirasakan kehadirannya oleh anak-anak.....

Mewujudkan Peran Ayah

Sebagaimana telah disebutkan di depan, ketahanan keluarga mengacu kepada kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materiil dan psikis mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Hal ini memberikan penegasan, bahwa keluarga harus memiliki perhatian yang utuh menyeluruh dalam segala aspeknya.

Ayah sebagai bagian penting dari sebuah keluarga, memiliki peran yang sangat signifikan dalam pembentukan ketahanan keluarga. Tentu saja semua pihak dalam keluarga memiliki peran masing-masing, namun dalam kesempatan kali ini saya akan lebih fokus dalam mewujudkan peran ayah.

Ada sejumlah peran sebagai ayah untuk menciptakan ketahanan keluarga, diantaranya adalah peran kepemimpinan, keteladanan, pendidikan, pengarahan dan kehadiran.

1.Peran Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah salah satu peran yang menonjol pada diri seorang ayah. Ia harus memimpin anak-anaknya menuju kebaikan. Ia harus memimpin rumah tangganya menuju surga. Sebagai pemimpin, ia bertanggung jawab atas kebaikan ataupun keburukan yang terjadi pada keluarga.

Sebagai pemimpin, ayah juga harus mampu mengelola sumber daya yang ada di dalam keluarga dengan baik. Ia tidak boleh menjadi pemimpin yang otoriter, bahkan harus memimpin keluarga dengan penuh cinta. John M. Gottman dan nan Silver menyatakan:

“Kami menemukan bahwa pernikahan yang paling bahagia dan stabil dalam jangka panjang adalah pernikahan yang sang suami memperlakukan isterinya dengan hormat dan tidak menolak berbagi kekuasaan, dan membuat keputusan bersama. Saat suami isteri itu berselisih paham, para suami ini secara aktif mencari jalan tengah daripada memaksakan jalannya sendiri”.

2.Peran Keteladanan

Pemimpin tidak cukup hanya memerintah dan mengeluarkan arahan, namun ia harus memberikan contoh teladan dalam pemikiran, perasaan, perbuatan dan perkataan. Semua anak akan merasa senang apabila mereka dipimpin dengan penuh keteladanan oleh ayah mereka.

Keteladanan merupakan karakter yang harus sangat menonjol pada ayah, tentu saja dalam konteks yang positif. Sebagai ayah tidak mungkin bisa menghindar dari tanggung jawab memberikan teladan dalam kehidupan rumah tangga. Pernikahan telah membuatnya menjadi seseorang yang harus memimpin –mau tidak mau—kehidupan keluarga, dan seperti apakah kondisi keluarga yang terbentuk sangat bergantung kepada keteladanan dirinya. Maka ia tidak mungkin akan bisa menghindar dari tanggung jawab untuk memberikan keteladanan.

Seorang anak kelas 3 Sekolah Dasar berkomentar tentang ayahnya, “Ayah itu kalau di rumah pasti tidak melek, dan kalau melek pasti tidak di rumah”, demikian komentarnya.

Pekerjaan telah menyandera kehidupan sang ayah sehingga ia sangat lelah dan sangat disibukkan untuk kerja, sehingga pulang ke rumah baginya tidak memiliki makna lain kecuali tidur dan istirahat. Keteladanan apakah yang diberikan oleh ayah ketika anaknya memiliki kesimpulan seperti itu?

3.Peran Pendidikan

Seorang ayah dituntut untuk memiliki kemampuan memberikan pendidikan dalam keluarga. Di dalam rumah, ia adalah salah satu pusat “kehidupan”. Jika ayah tidak memberikan pendidikan yang baik dalam keluarga, akan menyebabkan kelemahan dan kerapuhan pondasi kehidupan berumah tangga.

Untuk mampu mendidik keluarga, seorang ayah dituntut memiliki kecerdasan. Ayah yang cerdas, smart dan memiliki semangat menimba ilmu pengetahuan, akan membuat anak-anak bangga dan berbesar hati terhadap ayahnya. Mendidik memerlukan ukuran kecerdasan tertentu, maka hanya ayah cerdas yang bisa sukses mendidik anak-anaknya.

Berbagai metoda pendidikan bisa diterapkan di dalam rumah, seperti pemberian reward and punishment, penugasan, pelatihan dan lain sebagainya. Namun yang paling pentinmg adalah konsistensi dan kedisiplinan dalam menerapkan aturan.

4.Peran Pengarahan

Seorang ayah dituntut memiliki dan memberikan arahan (direction) serta bimbingan (guidance) dalam mengarungi kehidupan. Sebagai nakhoda kapal keluarga, ia harus mengajak semua penumpang kapal untuk menghadapi ombak dan badai di tengah lautan kehidupan. Kendati ombak sangat besar dan badai datang silih berganti, seorang nakhoda harus tetap optimis akan bisa melalui semua rintangan tersebut dengan selamat dan sukses, karena ia mengetahui arah yang hendak dituju.

Anak-anak akan memiliki semangat yang menyala apabila dipimpin oleh ayah yang bisa memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menghadapi setiap tantangan. Namun jika ayah menunjukkan kebingungan, pasti akan mengalir pula ketakutan pada diri anak-anak. Mereka tidak percaya diri akan bisa mengalahkan ombak dan badai kehidupan.

5.Peran Kehadiran

Seorang ayah dituntut untuk hadir membersamai perkembangan dan pertumbuhan anak. Hadir untuk menemani masa-masa sulit anak, hadir untuk membersamai masa-masa transisi dalam kehidupan mereka. Kehadiran ini tentu saja dalam makna yang luas, baik kehadiran jiwa, kehadiran doa, kehadiran raga, termasuk kehadiran sumber daya yang diperlukan untuk kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Anak-anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan positif apabila merasakan kehadiran ayah dalam menghadapi berbagai persoalan hidup mereka. Anak-anak merasakan ayah yang hadir dalam doa-doa dan munajat untuk kesuksesan anak-anak, ayah yang hadir dalam memberikan dorongan, motivasi dan bimbingan untuk masa depan yang mereka inginkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline