Sebut saja namanya pak Syam. Tukang burung dari kampung. Kampung di kaki sebuah gunung. Gunung Merapi di Klaten sana. Sebagai orang yang menekuni penangkaran burung, pak Syam berniat menunaikan ibadah haji tahun ini. Lah apa hubungannya menangkarkan burung sama niat untuk melakukan ibadah haji ?
Sebenarnya dalam pandangan pak Syam sendiri gak ada hubungannya. Keinginan untuk menunaikan rukun islam yang ke lima itu tidak terkait dengan profesi apapun. Walaupun dia seorang presiden jika ingin naik haji ya naik haji saja. Walaupun dia seorang manager di sebuah perusahaan multi nasional jika ingin naik haji ya naik haji sajalah. Demikian juga dengan seorang penangkar burung jika ingin naik haji ya naik haji saja. Begitu pikir pak Syam, pada awalnya.
Namun ternyata dalam pandangan sebagian masyarakat tidak demikian. Memang sih dalam pandangan mereka jika seorang presiden, atau bos perusahaan ingin naik haji mereka bersikap biasa-biasa saja. Namun jika yang akan naik haji adalah seorang penangkar burung mereka terkejut . . .Haaa . . .apaaaa . . .???? Tukang burung ingin haaajiii . . .???? Begitu komentar sebagian mereka.
Seharian kemarin saya membersamai para bos dan sekaligus sesepuh perburungan Jabodetabek, dalam sebuah perjalanan dari Jakarta ke Bandung untuk mengikuti workshop Tanaman dan Satwa Liar di sebuah hotel di Bandung. Mereka ini para bos dan kicau mania khususnya di bidang penangkaran. Mereka adalah orang-orang yang eksis di bidangnya dan terkenal di dunianya.
Siapa yang tidak kenal dengan Pak Muchtar Djawadi. Beliau adalah sesepuh sekaligus penangkar sukses burung cucak rawa. Makanya tidak heran kalau nama beliau tercantum dalam struktur pengurus dalam organisasi perburungan terbesar di Indonesia yaitu PBI dengan amanahdibidang penangkaran. Saya sempat menginap semalam di rumah beliau yang asri di Srengseng Sawah.
Berikutnya ada tokoh perburungan beken lainnya yaitu bapak Yoewono. Kicau mania yang biasa di panggil mas yoen ini adalah seorang penangkar burung yang sukses. Nama beliau sudah beken di wilayah Jabodetabek, karena lelaki hitam manis putra asli Klaten ini dikenal bertangan dingin dalam menangani berbagai burung dalam penangkaran. Beliau mengurusi penangkaran yang cukup besar di daerah Sukabumi sana.
Di samping itu bersama kami ada nama yang tidak kalah populernya dengan kedua tokoh di atas yaitu bapak Sukardi. Menyebut nama bapak Sukardi saja saya sudah deg-degan. Bayangkan lelaki kalem, penuh ungah-ungguh yang konon masih ada pertalian darah dengan Ibu Tien Soeharto ini sudah malang melintang di dunia perburungan sejak belasan tahun yang lalu.
Yang terakhir bersama kami juga ada tokoh muda perburungan yang cukup fenomenal yaitu mas Saidi Wong Pati atau saya biasa menyingkat menjadi SaWo Pati. Kepada tokoh kita yang terakhir ini layak saya sematkan gelar penangkar muda paling bersinar. Bagaimana tidak di usia sekitar tiga puluhan beliau sudah berhasil menangkarkan berbagai jenis burung kicau dalam skala besar. Wouw . . .kereeenn . . .
Sebenarnya masih ada beberapa nama beken lainya yang semula akan bergabung dalam rombongan ini. Ada pak Kholid, pak G14nto, pak Haji Andri, Mas Hari Pancoro, Pak Eris, Mas Supriyanto Akdiatmojo, Robbi Sugiyanto dan lain-lain, Namun karena kesibukan mereka tidak bisa bergabung dalam acara workshop ini.
Nah seharian penuh saya membersamai mereka, menyimak obrolan-obrolan mereka tentang burung sambil berharap dapat ilmu yang kelak bisa saya boyong ke klaten untuk memupuk mimpi-mimpi saya menjadi penangkar seperti mereka.
Terus apa hubungannya antara komentar . . . . Haaa . . .apaaaa . . .???? Tukang burung ingin haaajiii . . .???? di atas dengan cerita tentang tokoh-tokoh perburungan ini ?
Baik saya akan menjawab pertanyaan ini. Saya awali dengan mencari tahu apa faktor penyebab lahirnya ungkapan ini. Selidik-punya selidik ternyata lahirnya ungkapan di atas adalah karena ibadah haji bertalian erat dengan masalah dana. Lo memangnya kenapa dengan persoalan dana dalam ibadah haji ?
Begini . . . sebagaimana yang sudah kita ketahui, ibadah haji adalah ibadah yang cukup spesifik karena di samping menuntut kesiapan secara ruhani, rukun islam yang ke lima ini juga membutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk tahun ini tiga puluh juta lebih dikit. Nah ngomongin dana alias duit dengan nominal puluhan juta, ternyata bagi sebagian orang jarang sekali yang mengaitkannya dengan profesi penangkar burung. Kenapa ? Yaa . . . karena nominalnya yang berjumlah puluhan juta itu tadi.
Umumnya di masyarakat kita, kalau berbicara tentang uang dalam nominal puluhan juta ke atas biasanya masyarakat kita langsung mengaitkannya dengan profesi-profesi keren; semacam pengusaha garmen, eksportir sawit, dokter spesialis anak, pengacara kondang dan lain-lain. Bahkan tidak sedikit yang menghubungkannya dengan jabatan-jabatan tinggi misalnya gubernur Bank Indonesia, anggota banggar DPR RI, Menteri di kementerian basah dan lain-lain.
Dan sialnya ketika mereka membicarakan uang dalam nominal ratusan atau puluhan ribu baru mereka langsung ingat profesi penangkar burung, pedagang burung, tukang somay, tukang bubur. Tahu kan ada sinetron berjudul tukang bubur ingin naik haji ? Makanya mereka kaget ketika ada seorang penangkar burung yang ingin naik haji . . . . . . . Haaa . . .apaaaa . . .???? Tukang burung ingin haaajiii . . .???? .
Dan ada lagi cerita bahwa beberapa anak kandang ( karyawan di industry penangkaran ) di kawasan Jabodetabek sering kali mereka menyembunyikan status pekerjaan mereka kepada teman-teman mereka. Tidak jarang ketika mereka pulang kampong ( karena kebanyakan mereka adalah perantau dari jawa ) mereka malu untuk mengakui profesi mereka sebagai karyawan di sebuah farm atau penangkaran burung. Ini satu bukti bahwa profesi sebagai penangkar burung belum dipandang sejajar dengan profesi pedagang, dokter, akademisi, birokrat dan lain-lain.
Padahal jika kita mengenal lebih mendalam tentang beberapa orang yang saya sebutkan tadi, maka kita akan mengetahui bahwa profesi penangkar burung adalah profesi yang sangat layak untuk dibidik. Jika kita berkesempatan untuk mampir ke penangkaran mereka maka kita akan mengetahui bahwa profesi penangkar burung bahkan ibaratnya berpeluang untuk mendatangkan untung sebesar gunung.
Jika itu yang diketahui oleh masyarakat kita maka ungkapan . . .Haaa . . .apaaaa . . .???? Tukang burung ingin haaajiii . . .???? seperti saya ungkapkan di atas tidak akan pernah muncul.
Oleh karena itu, jika sekarang anda ingin menekuni profesi sebagai penangkar burung hilangkan segala keraguan yang menghadangnya. Jika anda memiliki tekat yang kuat, anda bersedia untuk bekerja keras serta doa-doa anda selalu anda panjatkan dalam setiap dhuha dan tahajud anda maka insya Allah rejeki akan mengalir ke kantung anda dengan deras.
Dan jika itu sudah terwujud maka insya Allah ka’bah yang di Makkah al Mukarromah itu akan bisa segera anda datangi untuk thowaf sampai kelelahan menghampiri anda, hajar aswad akan segera bisa anda cium sepuas-puasnya, segarnya air zam-zam yang mancur dari kran-kran itu segera bisa anda reguk sampai hilang seluruh dahaga ruhani anda. Percaya deh sama saya . . .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H