Lihat ke Halaman Asli

Kopdar KPCRI Regional Klaten: Kesederhanaan yang Meriah (bag.2)

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1418271103289704416

setelah sebelumnya saya ceritakan tentang sigapnya kerja panitia dan antusiasme para peserta kali ini akan saya lanjutkan untuk menceritakan jalannya acara.

Nah . . . menangkarkan burung yang bagi sebagian orang hanya menjadi persoalan teknis di seputar kandang, pakan, cara meloloh piyikan dan pemasaran hasil tangkaran, ternyata di tangan pak Arif Damkar ini mejadi lebih komplek dan bahkan penuh romantika.

Menangkarkan burungdi tangan beliau menjadi semacam drama yang mencampuradukkan antara kisah detektif dan roman yang dibumbui dengan humor. Detektif yang romantic karena ada bumbu “nyolong” perhiasan istri untuk membeli sepasang burung cucak rawa. Dan sialnya setelah bertahun-tahun belum mampu memenuhi janjinya untuk mengganti dengan perhiasan yang lebih mahal.

Namun dengan kesabaran dan ketekunan akhirnya janji itu terbayar juga. Ternyata cucak rawa cukup ampuh untuk menyenangkan hati isteri. Detektif romatic yang happy ending, tentu sangat memikat.

Jadi jika kita sudah bertekat untuk menjadi seorang penangkar maka jangan hanya mempelajari teknis menangkarkan burung semata, namun juga harus memiliki skills yang lainnya, misalnya bagaimana cara efektif merayu istri anda jika menolak ide anda jika anda ingin menambah indukan baru. Terus bagaimana cara memberi kejutan kepada istri anda saat burung cucak rawa anda panen perdana. Pengalaman-pengalaman unik seperti ini bisa kita timba dari beliau.

Mungkin Om Arif ini memang ditakdirkan Allah untuk memiliki jalan hidup yang unik-unik seperti ini. Bayangkan saja wong anggota tim Damkar kok menangkarkan burung cucak rawa ? Opo tumon ? Aneh to ? La kalau anggota tim Damkar membuat pelatihan bagaimana cara efektif memadamkan api unggun agar gak kebablasen membakar tendanya adik-adik pramuka . . . itu baru nyambung.

La wong damkar kok ngurusi burung . . . aneh . . . .Tapi lebih aneh lagi, pesertanya kok mau-maunya menyimak. Dan seriuuuussss banget . . .ini sebenarnya siapa yang aneh ya ??? . . . . . Seru ya . . . Pokoknya yang gak datang kopdar kemarin nyesel deh . . .

Alhasil semua pengalaman yang beliau tuturkan pada intinya ditujukan untuk memotivasi kita semua para penangkar burung cucak rawa; bahwa persoalan menangkar burung cucak rawa pada level tertentu sebenarnya bukanlah persoalan gampang. Eiitt . .tapi jangan kecut dulu lantas mundur karena menangkar burung cucak rawa itu sulit.

Justru dengan mengenal tingkat kesulitan pada burung mahal ini seharusnya kita malah tertantang. Karena pada dasarnya dalam hidup ini besarnya perjuangan . . .jiaaa pejuangan bro.Iya dong menangkarkan burung cucak rawa itu perjuangan berat lo. Nah besarnya perjuangan seseorang biasanya akan berbandaing lurus dengan hasil yang bakal diberikan oleh Allah. Gak percaya ?

Mari kita buktikan dengan cara menangkarkan ayam. Dengan memiliki 3 ekor induk dan seekor jago, dalam satu tahun mungkin anda bisa menghasilan 150 anakan. Enteng to ? Coba menangkar burung cucak rawa ? Dengan modal satu jantan dan tiga betina, dalam satu tahun bisa mendapatkan 150 ekor trotolan ? Mungkin yang bisa Cuma gurunya pak Haji Subehan itu he he he . . .iya om Erick ya . . . ???

Kalau dalam dunia kasepuhan adalah istilah “Man jadda wajada, barang siapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan berhasil” Ini kata-kata bijak yang sudah memberikan banyak bukti di kandang penangkaran. Tidak ada satupun penangkar sukses jika mereka baru menangkarkan burung 3 -5 tahun.

Kebanyakan penangkar sukses, mereka sudah bergelut di dunia burung, melawan sumpeknya kandang, jenuhnya mrotoli kaki jangkrik sudah puluhan tahun. Pak Haji Subehan sudah 15 tahun ngurusi kotoran cucak rawa, penangkaran om Andri Jatmika bahkan sudah dimulai sejak kakek moyangnya. Dan tentu saja masih banyak contoh lainnya. Begitu kira-kira spirit yang ingin disampaikan oleh pak Arif.

Nara sumber kedua adalah seorang penangkar sekaligus pegiat pelestarian burung cucak rawa. Sebagai penangkar beliau pernah sukses membangun penangkaran burung cucak rawa yang cukup besar di daerah Pamulang Tangerang Selatan. Waktu itu beliau memilik 28 kandang cucak rawa.

Haa . . .duaaa puluh delapaan kandaaaanngg . . .? teriak bang Ocit. Itu ya diisi burung semua . . . gak ada yang diisi ayam sayur gituuu . . . manteb . . . memang manteb pak Heru ini. Pokoknya yang gak hadir kopdar bener-bener nyesel deh . . .

Sudah lama saya mengenal pak Heru ini. Persisnya pada saat ada acara perburungan di salah satu hotel di Solo. Lelaki unik yang suka memakai ular cobra untuk mengikat perutnya (gasper) ini nampak tetap energik meski usianya sudah memasuki setengah abad. Dari beliaulah kemudian saya dikenalkan dengan penangkar-penangkar CR kawasan Jabodetabek yang aktif di Asosiasi Penangkar Cucak Rawa (APCR) yang beliau dirikan.

Berawal dari beliau ini kemudian saya mengenal Mas Saidi, Mas Yoewono, Mas Mudzakir “penguasa Ngabetan”, Mas Supriyanto, Pak Muchtar, Pak Sugeng, Pak Kardi Om Andri, Om Eries dan lain-lain. Nama yang terakhir ni dulu saya pernah keliru dengan tokoh CR Kalimantan yang belakangan saya tahu namanya om Erick gurunya pak Haji Subehan yang saya singgung di atas. Oooo . . .ternyata om Eries dan om Erick itu beda orang ya, bedanya yang satu langsing sedangkan yangsatunya “kurang langsing” tapi dua-duanya sama-sama juragan besar. Manteb to . . .

Di sesi kedua ini kita benar-benar memasuki tema yang sesungguhnya. Sebagai jenderal CR “Bintang Lima” ini julukan saya kepada Pak Heru karena saking pakarnya beliau dalam hal menangkarkan burung cucak rawa, beliau menularkan seluruh ilmu dan pengalaman yang beliau miliki kepada peserta apa adanya. Kadang ada penangkar yang agak susah berbagi ilmu, tapi tidak dengan pak Heru ini. Kentara sekali beliau tulus berbagi ilmu, karena pada dasarnya ilmu itu adalah amanah yang dititipkan Allah kepada kita. Dia bukan milik kita. Dan siapapun yang memiliki ilmu maka wajib baginya untuk menularkan kepada orang lain, selama ilmu itu ilmu yang baik. Begitu kata pak ustadz . . .

Dan dengan menularkan ilmu tersebut maka ilmu kita malah akan semakin berkembang. Ibarat lilin, jika dia mau berbagi apinya kepada lilin-lilin yang lain maka akan semakin teranglah dunia ini. Begitu kata presiden kita Bapak Jokosa.

Tapi kalau main api biarpun sekecil api lilin harus hati-hati lo, sebab dalam sekejab bisa saja lilin yang kecil itu berubah menjadi si jago merah yang bisa melahap bangunan berlantai tujuh sekalipun. Tanyakan saja sama penangkar CR di Kebumen sana ! Iya to ? Dan itu baru api yang ada di dapur, bukan api yang ada di kasur. Api yang ini jauh lebih merusak dan menyakitkan. Karena sakitnya tuh di sini . . . di dalam dada ini. Maka sebagai kicau maniac yang bener kita jangan sampai bermain api yang jenis kedua ini. Inget ya sakitnya tuh di sini . . .gak percaya ? Tanyain pak haji aja . . .

Balik maning nang pak Heru. Beliau mengupas tuntas. Melalui makalah setebal 21 halaman beliau memberikan gambaran secara utuh bagaimana menangkarkan burung cucak rawa sekaligus itung-itungan bisnisnya.

Kata beliau ada tiga kunci sukses menangkarkan burung cucak rawa. Petama adalah materi indukan yang bagus. Kedua adalah konstruksi kandang dan perawatan yang tepat. Dan satu lagi saya lupa . . apa ya. ? kok lupa ya ?

Maklum kemarin saya hanya nyatet pakai oret-oretan pada kotak mug souvenir dari panitia. Sekarang kotaknya sudah gak ada, jadi ilmunya ilang deh . . .wah jadi ingat ceritanya Imam Ghozali, seorang ulama besar jaman dahulu kala . . . .

to be continue . . .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline