Lihat ke Halaman Asli

16 Tahun Tragedi Trisakti: Tragedi Kemanusiaan

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13998615171175926075

[caption id="attachment_335858" align="aligncenter" width="464" caption="Dokumentasi pribadi"][/caption]

Hari ini, 16 tahun lalu merupakan awal dari momentum bersejarah sekaligus momentum yang cukup memilukan dan tragis. Momentum bersejarah karena peristiwa yang terjadi merupakan awal dari rentetan peristiwa yang berujung dengan tumbangnya Orde Baru. Momentum tragis karena peristiwa ini harus mengorbankan darah manusia sebagai martirnya. 16 tahun lalu peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti oleh aparat keamanan menyebabkan tewasnya 4 mahasiswa Trisakti, mereka adalah Elang Mulia Lesmana (Fakultas Arsitektur 1996), Heri Hertanto (Fakultas Teknik Industri 1995), Hafidin Royan (Fakultas Teknik Sipil 1995) dan Hendriawan Sie (Fakultas Ekonomi 1996). Peristiwa penembakan ini yang di awali dengan aksi damai mahasiswa dalam menuntut Presiden Soeharto turun kemudian dikenal dengan Tragedi Trisakti.

Tragedi Trisakti merupakan awal dari tragedi – tragedi yang terjadi diproses peralihan dari Orde Baru menuju era Reformasi. Setelah peristiwa di depan kampus Trisakti tersebut berlanjut peristiwa – peristiwa lainnya yang tak kalah memilukan seperti tragedi Semanggi I dan Semanggi II. Peristiwa trisakti ini bermula dari kondisi perekonomian Indonesia yang sedang jatuh di awal 1998. Krisis ekonomi yang menerpa Asia pada waktu itu cukup berimbas terhadap perekonomian Indonesia. Berlatar belakang krisis finansial tersebut mahasiswa menuntut Presiden Soeharto yang telah berkuasa lebih dari 3 dekade untuk turun. Demonstrasi besar – besaran pun terjadi menuntut DPR/MPR menurunkan Soeharto.

Di awali dengan mimbar bebas oleh civitas akademika Universitas Trisakti dengan rasa keprihatinan terhadap kondisi bangsa pada saat itu, mahasiswa kemudian bergerak keluar kampus menuju gedung DPR/MPR. Di tengah long march menuju gedung DPR/MPR aksi mahasiswa di hadang oleh satuan petugas dari kepolisian dengan perlengkapan pentungan dan tameng lengkap. Setelah melalui negoisasi yang cukup alot akhirnya long march mahasiswa dihentikan disana tepat di depan kantor Walikota Jakarta Barat. Aksi spontan mahasiswa berlanjut dengan mimbar bebas di depan kantor Walikota Jakbar tersebut, seiring dengan bertambahnya aparat dari Pengendalian massa (Dalmas), Kodam Jaya dan aparat kepolisian lainnya.

Di tengah – tengah hujan negoisasi antara Mahasiswa dengan Dandim dan Kapolres berlanjut, akhirnya terjadi kesepakatan setelah dari pihak Mahasiswa di bujuk oleh Dekan FE dan Dekan FH Universitas Trisakti bahwa kedua belah pihak sama – sama mundur. Aparat dan mahasiswa sama – sama mundur teratur sampai terjadi provokasi oleh seorang oknum yang mengaku sebagai alumni Trisakti dan menyebabkan suasana menjadi tegang.

Setelah terjadi negoisasi kembali, akhirnya mahasiswa mundur secara teratur kembali ke kampus Trisakti. Di tengah – tengah teraturnya mahasiswa kembali ke kampus Trisakti beberapa aparat provokatif kepada mahasiswa yang menyebabkan beberapa mahasiswa terpancing emosinya. Bersamaan dengan itu aparat secara membabi buta menyerang mahasiswa dengan tembakan dan gas air mata. Kepanikan yang terjadi membuat mahasiswa lari menuju kampus, tetapi oleh aparat tetap di kejar, dipukul, diinjak dipopor senjata dan tindakan kekerasan lainnya. Tembakan dan pelemparan gas air mata semakin merajalela kearah mahasiswa. Tidak lama berselang, pasukan Unit Reaksi Cepat (URC) bermotor mengejar mahasiswa sampai gerbang kampus. Mahasiswa yang telah berada didalam kampus tak luput dari sasaran tembak, dengan formasi siap tembak dan beberapa sniper mahasiswa yang telah di dalam kampus berjatuhan oleh peluru dari aparat. Dan tidak dapat di elakkan lagi 4 mahasiswa Trisakti tewas dan puluhan lainnya luka – luka.

16 tahun telah berlalu, tragedi Trisakti masih menyisahkan pilu bagi gerakan mahasiswa di tanah air. Peristiwa yang terjadi tepat pada tanggal 12 Mei 1998 itu merupakan saksi bagaimana aparat mengesampingkan rasa kemanusiaannya demi tugas komandannya. Tragedi Trisakti merupakan saksi bagaimana pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dihalalkan untuk mencapai suatu tujuan kelompok tertentu. Tragedi Trisakti merupakan tragedi kemanusiaan yang memicu tragedi kemanusiaan lainnya di tanah air.

16 tahun telah berlalu, sampai hari ini penyelesaian tragedi Trisakti belum menemukan titik temu. Siapa dalang di balik pelanggaran HAM ini? sudah tentu diduga kuat (Alm) Soeharto mantan penguasa Orde Baru terlibat disini, tetapi pion – pion yang dipakainya pada waktu itu siapa saja? Wiranto selaku Panglima ABRI pada saat itu? Prabowo Subiyanto Pangkostrad sekaligus pimpinan “Tim Mawar” Kopassus TNI AD pada saat itu? Atau Timur Pradopo yang menjabat sebagai Kapolres Jakarta Barat?. Beberapa nama yang disebutkan punya alibi tersendiri dengan merasa tidak bertanggung jawab terhadap tragedi kemanusiaan tersebut. Tetapi pasti dan nyata tragedi Trisakti ini ada dalang dan pion – pionnya yang harus segera di ungkap agar tidak terus – menerus mengendap. Melawan Lupa, 16 Tahun Doa untuk korban pejuang Demokrasi, Korban Tragedi Trisakti.

Jember, 12 Mei 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline