Kab. Blitar (PAIS Berkarakter ) - 17 rombongan dari Kementerian Agama Kabupaten Tuban, dipimpin oleh Kepala Seksi Pendidikan Agama Islam ( PAIS ), Bapak H. Imam Syafi'i, melakukan kunjungan " Studi Tiru Inovasi Moderasi Beragama " di SMAN 1 Kesamben, yang kehadirannya disambut oleh Bapak H. Moh. Rosyad, Kepala Seksi PAIS Kantor Kementerian Agama Kabupaten Blitar , Bapak Cacuk Harsoyo, S.Pd. Kepala SMAN 1 Kesamben dan Bapak Edy Sulistiyono, Ketua Komite SMAN 1 Kesamben, Para Dewan Guru dan Pengawas Pendidikan Agama Islam Kabupaten Blitar.(Jum'at/19/07/2024)
Imam Syafi'i menuturkan bahwa, Studi Tiru ini bertujuan untuk ngangsu kaweruh tentang Implementasi Inovasi Moderasi Beragama di Sekolah, dengan cara mengamati secara langsung di lapangan, agar lebih mudah meniru, memodifikasi, kemudian menerapkannya di Kabupaten Tuban
Karena itu rombongan ini relatif lengkap dari beberapa unsur, yaitu unsur Seksi PAIS, Unsur Kelompok Kerja Guru Agama ( KKG ), unsur, Musyawarah Guru Agama ( MGMP, SMP. SMA dan SMK) serta unsur Kelompok Kerja Pengawas Pendidikan Agama Ilsam ( Pokjawas PAIS ) Kementerian Agama Kabupaten Tuban.
Disinggung kenapa SMAN 1 Kesamben yang menjadi tujuan?, Imam Syafi'i menjawab, dipilih SMAN 1 Kesamben , karena di tahun 2023 SMAN 1 Kesamben mendapat penghargaan juara 2 Nasional Penilaian Implementasi Inovasi Moderasi Beragama di Sekolah, sehingga layak untuk dijadikan rujukan dalam penerapan Inovasi Moderasi Beragama di Sekolah.
Cacuk Harsoyo, S.Pd, Kepala SMAN 1 Kesamben dalam sambutannya mengatakan bahwa, sikap toleransi di Kesamben sudah menjadi tradisi turun temurun yang telah diwariskan oleh Mbah Djoego, atau Eyang Djoego, yang dikenal juga dengan nama, R.M. Soerjokoesmo, Kanjeng Kiyai Zakariyah II, Mbah Kromodi Redjo atau Taw Low She ( Guru Besar Pertama ), seorang guru spiritual, tokoh kharismatik, yang jenazahnya dimakamkan di Pesarean Gunung Kawi.
Lebih lanjut Cacuk Harsoyo, menjelaskan bahwa, menurut cerita rakyat, dinamakn Mbah Djoego, karena siapapun yang berkunjung kerumahnya, jam berapapun, dari suku dan agama apapun, akan selalu diterima dengan baik dan diberi makan, biarpun dalam kondisi paceklik. Dan yang mengherankan adalah, nasi yang dihidangkan selalu dalam keadaan " Kemebul " ( Hangan dan masih mengeluarkan asap ). Karena itu beliau dikenal dengan sebutan Djoego, dari tembung " Njujug oleh Sego ".
Sementara itu, H. Moh Rosyad, Kepala Seksi Pendidikan Agama Islam Kemenag Kabupaten Blitar, mengawali sambutannya dengan ucapan merasa bangga mendapat kunjungan dari Kabupaten Tuban, karena Tuban secara Historis tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya Blitar.
Menurut Rosyad, dari cerita tutur, Blitar dulunya berupa hamp[aran hutan belantara yang dijadikan markas dan tempat persembunyian pasukan Tartar. Dari tempat persembunyian itu, pasukan Tartar melancarkan aksi pemberontakan yang dapat membahayakan kestabilan dan eksistensi kerajaan Majapahit. Karena itu Raja Majapahit mengutus orang kepercayaannya untuk menumpas sisa-sisa pasukan Tartar tersebut. Orang itu bernama Nilasuwarna atau Gusti Sudomo, putra dari Adipati Wilatika Tuban, dan ia berhasil mengalahkan pasukan Tartar.
Untuk mengenang jasa Nilasuwarna, hutan yang menjadi medan pertempuran antara bala pasukan Nilasuwarna melawan pasukan Tartar diberi nama Balitar, dari kata Bali dan Tartar, yang mengandung masksud kembali pulangnya pasukan Tartar.
Hutan itupun oleh Raja Majapahit dihadiahkan kepada Nilasuwarna untuk dikelola dan ia pun diberi Gelar Adipati Aryo Blitar 1, yang kemudian menikahi gadis yang bernama Dewi Rayung Wulan, dan di anugerahi seorang Putra yang diberi nama Joko Kandung, yang kelak bergelar Adipati Aryo Blitar 3.
* Penulis adalah Kepala Seksi Pendidikan Agama Islam ( Kasi PAIS ) pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Blitar *