Lihat ke Halaman Asli

Pairunn Adi

Penyuka fiksi

Cerpen: Boneka Jerami

Diperbarui: 12 Februari 2021   02:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi boneka jerami. (sumber: pixabay.com/Geordie)

Wanita di hadapanmu mengerang, tubuhnya bergucang, sepertinya menahan rasa sakit yang teramat-sangat. Di pembaringan tanpa kasur itu tubuhnya membujur, entah mengapa kamu mematung di sampingnya, hanya memandanginya dengan kerut dahi yang membuat sepasang alismu hampir menyatu.

Mungkin kau bingung mau berbuat apa, karena wanita dihadapanmu terus mengerang, seolah iba atau tak tega, kau jadi seperti itu.

Setelah beberapa saat, kau keluar, sedang wanitu itu masih saja mengerang dan menggeliat, terlentang dengan tatapan kosong, entah apa yang membuatnya begitu, kadang tangannya menekan perut, kadang meremas-remas rambutnya dengan erangan yang suaranya memilukan yang mendengar.

"Pergilah, pergi, setan, aku tak bersalah!" Meracau, keras suaranya.

Kamu masuk dan menutup pintu kamar. Sejanak diam, mungkin kau ragu atau entah apa. Setelah beberapa saat, kau menghampirinya, mengusap dahi perempuan itu seolah kau ingin menenangkannya.

"Bersabarlah, Bu, sebentar lagi Marni datang," bisikmu.

"Aku sudah tidak tahan, sakiiit!" jawab wanita yang kau panggil ibu itu dengan teranggah-enggah.

"Sabar, Bu, jangan menyerah, ingatlah anak-anakmu," jawabmu, mungkin kau berusaha membuatnya tabah.

"Cepatlah kamu jemput dia!"

Kamu keluar lagi, entah apa yang akan kau lakukan, sedang perempuan yang kulitnya mulai keriput itu masih saja mengerang.

"Duh, Gusti, apa dosaku hingga Kau buat aku sakit seperti ini? Ampunilah, bila waktuku memang telah habis, berilah kemudahan," keluhnya lirih sambil menekan-nekan perutnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline