Lihat ke Halaman Asli

Pairunn Adi

Penyuka fiksi

Sajak Malam di Bawah Jembatan Layang

Diperbarui: 10 Februari 2017   17:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pixabay.com"][/caption]

Aku menghitung bintang
karena kerlap-kerlipnya
untuk bisa melihat lagi
wanita-wanita penjual kopi
di pinggir jalan, di bawah jembatan layang
juga menjual pisau untuk mengiris sepi
memotong hasrat kelelakian
pengais mimpi jalanan
agar mulutnya tersumpal roti.

Kalau beruntung
aku bisa melihat tuan tanah
menaburkan benih malam
kemudian tumbuh bunga jalan raya
di sepanjang trotoar.

Pemuda-pemuda menyembelih botol
di pojok yang remang
sambil bercanda dengan puntung-puntung rokok
tak terusik suara bising kendaraan
mungkin otaknya sudah teler.

Oh, hidup macam apa ini?
malam yang tak pernah tidur
menyaksikan meraka saling meniduri
bunga-bunga jalan raya
pemuda-pemuda teler
istri-istri kesepian
lepaki jalang
meraka melepas hati
dan mengantungnya di bawah jembatan layang.

Malang, 10 Februari 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline