Lihat ke Halaman Asli

Paiman

Karyawan

Belajar dengan Mengalami

Diperbarui: 4 Oktober 2022   23:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Coretan yang mungkin tak bermakna. Kisah malam ini dari sang buah hati yang membahagiakan.

Pertanyaan yang keluar dari seorang anak menurutku berbobot, mungkin sebagian pembaca mengatakan tidak berbobot. Itu hal yang wajar karena berbobot atau tidaknya, tergantung alat ukur yang dipakai.

Malam ini aku menghadiri sebuah majlis bersama anak-anakku. Semua jamaah bersholawat yang dipimpin oleh seorang ustadz, kemudian dilanjutkan dengan membaca Shiroh Nabawiyah menggunakan bahasa Arab. 

Anakku yang berusia 10 melihat beberapa jamaah mengangkat tangan seperti orang yang berdoa pada umumnya, kemudian bertanya "Yayah mengapa bapak-bapak itu mengangkat tangan seperti berdoa?". Jawabku sederhana, "mungkin mereka khusyuk mendengarkan nak". "Memang mendengarkan apa Yayah?", sahut anakku. "Sejarah kelahiran nabi nak", jawabku."Sejarah kelahiran nabi nak", jawabku.

Berangkat dari pengalamannya disekolah, ketika mendengarkan guru bercerita tentang kisah nabi, guru dan siswa tidak mengangkat tangan layaknya seorang yang sedang berdoa. Akhirnya aku menyuruhnya untuk bertanya kepada bundanya atau bertanya kepada seseorang yang hadir di majlis tersebut, apakah tahu artinya. Anakku mendapatkan jawaban bahwa orang orang tidak tahu artinya.

Dari jawaban itu saya menjelaskan bahwa wajar kalau ada yang mengangkat tangan karena tidak tahu artinya. Lha tidak tahu ya tidak apa-apa.

Dari jawabanku tersebut, justru menimbulkan rasa ingin tahu lebih dalam dari anakku. "Mengapa kok banyak yang datang, padahal mereka tidak tahu artinya, memang apa untungnya?" tanya anakku.

Bahagia dan bangga dengan pertanyaan yang mungkin dianggap aneh oleh sebagian orang. Saya mencoba memberikan jawaban dari benefit atau keuntungan mengikuti majlis tersebut.

Walaupun mungkin mereka tidak tahu apa yang dibaca, tetapi setiap kegiatan ada nilai positifnya. Acara pengajian tidak setiap hari, jadi pada acara ini, banyak orang yang bertemu dengan tetangganya untuk bersilaturahmi, curhat, ataupun bernostalgia. Saya sadar, mungkin jawabanku terlalu susah untuk dicerna oleh anakku, kemudian penjelasannya saya sederhanakan dalam konteks yang dirasakan anakku.  

"Kalau kita ikut majlis, kita dapat apa ya nak kira-kira?" tanyaku. Anakku menjawab, "seneng Yayah karena rame, terus dapat makanan, ketemu sama teman bisa ngerumpi, hehehe".

Ternyata pertanyaan yang diajukan seorang anak akan mereka temukan sendiri jawabannya ketika anak tersebut ikut merasakan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline