Lihat ke Halaman Asli

Sesat Pikir Dalam Berwacana di Kanal Bola

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Pernah dengar istilah fallacy of dramatic instance? Yup! istilah ini memang terkait erat dengan masalah logika. Artinya kurang lebih, sesat pikir karena adanya kecenderungan untuk melakukan analisa suatu masalah  dengan penggunaan satu dua kasus untuk mendukung argumen yang bersifat general atau umum. Istilah lain dari fallacy of dramatic instance adalah over generalisation.

Saya lihat kesesatan berpikir model begini, banyak dianut oleh para pendukung rejim PSSI rasa KPSI. Bentuk kesesatan berpikirnya seperti ini: fakta kemenangan Timnas (ex TRG?) atas Filipina dengan skor 2-0, dan Timnas U-23 atas timnas Brunei U-19, digeneralisir sebagai bentuk keberhasilan PSSI (yang dalam kendali La Nyalla Mattalitti) meningkatkan prestasi timnas jika dibandingkan rejim sebelumnya. Ini jelas merupakan sebuah bentuk sesat pikir over generalisation, karena ukuran berprestasi tentunya bukan dilihat dari hasil 1-2 pertandingan.

Prestasi seharusnya diraih lewat pembinaan yang konsisten pada atlet sejak dini hingga memasuki jenjang profesional. Artinya, sejak dari tahap scouting atau pemanduan bakat, memasukkan pemain hasil pantauan ke akademi, hingga kemudian pemain masuk level profesional dan menjalani pembinaan di jenjang klub, harus dilakukan dengan tahapan yang benar serta ditunjang dengan berbagai sarana-prasarana yang baik seperti lapangan yang memadai, pelatih yang berkualitas, sistem pemantauan bakat dan sistem serta metode pelatihan yang baik, hingga pengelolaan klub yang profesional. Tanpa itu, mustahil prestasi bisa diraih. Mungkin menang 1-2 kali bisa, meraih juara? jangan harap.

Karena itu untuk menilai apakah rejim PSSI rasa KPSI ini lebih baik dan lebih mampu membuat timnas berprestasi, dalam urutan logika berpikir yang benar, adalah pertama dengan melihat apakah PSSI sekarang sudah melakukan semua proses di atas, bukan dari melihat hasil 1-2 pertandingan semata. Sayang, saya tidak melihat pengurus PSSI sekarang melakukan proses seperti itu. Makanya, saya (dan mungkin banyak kompasioner lainnya), secara konsisten terus mengkritik pihak-pihak yang menjadi otak dibalik kepengurusan PSSI saat ini.

Sayangnya lagi, para pembela pihak yang dikiritik malah menanggapinya dengan sangat negatif. Kritik terhadap program pengurus PSSI (rasa KPSI), dianggap sebagai serangan terhadap kepentingan (politik dibalik kelompok itu) atau bahkan pribadi kelompok tersebut. Makanya sekali dikritik, mereka membalasnya dengan menyerang secara pribadi atau menyerang pihak yang terlibat dalam kepengurusan PSSI lama (waktu Johar Arifin masih belum ditaklukkan la Nyalla). Ini sebenarnya juga salah satu bentuk kesesatan berpikir yang disebut Argumentum ad hominem, yaitu membalas suatu argumentasi dengan argumentasi yang tidak relevan dengan persoalan yang diperbincangkan.

Walhasil, jika sesat pikir seperti ini terus dipelihara, maka wacana yang ada di kanal bola bakal menjadi wacana yang tidak produktif, tidak menjadi wacana yang membangun, dan tidak menghasilkan proses check and balance yang sehat. Saya sih berharap pihak sebelah, bisa berkepala dingin dan mulai menyusun logika yang baik dan benar dalam berwacana di ruang ini. Semoga saling kritik di kanal bola ini bisa menjadikan sepakbola Indonesia lebih maju dan berkembang. Capek nyungsep terus.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline