Lihat ke Halaman Asli

Jebakan di Balik V-Day

Diperbarui: 15 Februari 2018   00:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seiring era globalisasi, beragam budaya luar bisa keluar masuk suatu tempat dengan begitu mudahnya. Jarak yang jauh tak jadi penghalang. Sebagian membawa dampak positif. Tapi tak sedikit yang kemudian berdampak negatif.

Sepertinya halnya budaya Valentine (V-Day) atau yang juga dikenal sebagai peringatan hari kasih sayang. Tak jelas asal usulnya. Banyak versi ceritanya. Ada versi Romawi kuno, versi Kristen Roma, dan versi lainnya. Meski berbeda versi asalnya, tapi ada kesamaannya, yakni pengagungan cinta yang dimanifestasikan pada pasangan lawan jenisnya.

Budaya tersebut kini telah merebak di Indonesia. Dari kota hingga ke desa. Dari orang dewasa, hingga anak-anak yang baru beranjak remaja.

Beragam cara dilakukan untuk merayakannya. Mengikuti pendahulunya di negara-negara Barat. Dari sekedar ucapan selamat, bertukar kado, hingga menghabiskan malam berdua dengan pasangannya. Bisa ditebak apa yang dilakukan mereka.

Sudah bukan berita baru, hotel dan beragam penginapan penuh di-booking pasangan manusia. Di antaranya berstatus suami istri, sebagiannya pasangan yang belum halal (kekasih).

Melihat asal muasal dan bentuk perayaan V-Day tersebut. Selayaknya sebagai musim kita tidak ikut-ikutan merayakannya. Islam telah melarang keras untuk mengikuti kebiasaan (budaya, ritual, simbol, dsb) dari suatu kaum atau ajaran yang bertentangan dengan Islam.

Lantas, bila kita dalami, perayaan V-Day sebenarnya tak lebih dari upaya liberalisasi generasi kaum muslim. Mereka diajarkan kebebasan hidup, tak terikat dengan syariat. Mereka juga diarahkan untuk hidup hedonis. Kebahagiaan hidup diukur dari terpenuhinya kepuasan duniawi semata. Termasuk rasa cinta terhadap lawan jenisnya. Parahnya, mereka menganggap syariat Islam sebagai pengekang kebebasan.

Padahal, saat hubungan antar lawan jenis tak diatur dengan syariat, maka timbullah beragam masalah. Telah merebak luas, pergaulan bebas yang mengarah pada perzinahan. Lantas hamil di luar nikah. Berikutnya terjadi aborsi. Atau pasangan wanita dengan bayi di kandungannya berusaha untuk dilenyapkan (dibunuh).

Bagaimana mungkin generasi rusak seperti itu bisa menjadi pembawa perubahan di tengah masyarakat. Mereka justru memperburuk keadaan masyarakat yang juga sudah rusak dari sisi lainnya. Bahkan perbuatan itu mengundang beragam bencana.

Selain upaya liberalisasi yang memandulkan fungsi generasi, perayaan V-Day juga sengaja digembar-gemborkan para kapitalis demi kepentingan bisnis. Bisnis hotel dan restoran, industri film dan dunia hiburan penjualan pernak-pernik hadiah, coklat, bunga, sampai alat kontrasepsi laris manis. Mereka mampu meraup untung besar saat perayaan ini.

Jika kemudian ada yang mengatakan, perayaan V-Day juga bisa dijadikan sebagai pengungkapan kasih sayang kepada selain pasangannya. Misal kepada orangtua, saudara, sahabat, bahkan kepada binatang peliharaan. Maka pertanyaan, bukankah kasih sayang tak mengenal waktu? Setiap saat kita mesti menyayangi mereka. Tak perlu ritual khusus untuk mengungkapkannya. Apalagi jika diungkapkan dengan cara yang salah. Maka sesungguhnya itu adalah nafsu yang dibungkus cinta dan kasih sayang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline