Banyak orang tahu Gurindam Dua Belas merupakan sajak berisi petuah tentang cara hidup beragama dan bermasyarakat orang Melayu. Sajak-sajak karya Raja Ali Haji yang tersohor hingga kini menjadi pedoman hidup masyarakat Melayu yang lekat dengan kesusastraannya. Tak perlu jauh-jauh, sebut saja pantun, gurindam, syair, talibun, karmina dan jenis puisi lainnya memenuhi gudang karya Melayu Klasik yang diajarkan hingga kini.
Namun, bukan itu yang ingin dibahas kali ini. Banyak orang tahu Gurindam Dua Belas diciptakan tapi tak banyak yang tahu letak dimana sajak indah itu dilahirkan. Perjalanan membawa saya menuju Pulau yang letaknya tak jauh dari Singapura, Pulau Bintan namanya.
Mencium Tanah Tanjung Pinang
Mendarat di ibukota Kepulauan Riau di sore hari, saya lekas mencium bau tanah bauksit di Bandara Raja Haji Fisabilillah. Perjalanan melalui pesawat ditempuh hampir sama dengan menuju Changi Airport. Bedanya hanya tiket dari Jakarta harganya dua kali lipat lebih mahal daripada menuju Singapura. Maklum, tak lebih dari lima pesawat yang tiap harinya melayani penerbangan dari Jakarta menuju Tanjung Pinang.
Kesunyian senja Tanah Melayu menyambut saya ketika tiba. Sulit ditemukan hiruk pikuk keramaian saat menuju malam. Sesunyi itu pandangan pertama melihat jalanan yang besar tapi tak ramai. Sepanjang perjalanan menuju hotel, kanan dan kiri dihiasi dengan ruko-ruko baru dengan banner tulisan disewa.
Karena lapar, saya diajak menuju Akau Potong Lembu. Ya itulah namanya, hingga pulang ke Jakarta benak ini masih bingung mengapa dinamakan demikian. Ibarat Chinatown PIK, Akau Potong Lembu adalah tempat bercengkrama masyarakat Tanjung Pinang.
Banyak kuliner dapat ditemukan di sini, sebut saja teh tarik, nasi lemak, otak-otak, hingga babi panggang sangat mudah untuk dicari. Namun, ada satu hidangan yang paling terkenal di sini, sampai terkenalnya makanan yang berasal dari laut ini dibuatkan tugu di tengah kota sebagai tanda kuliner khas masyarakat Tanjung Pinang, gonggong namanya.
Jika belum tahu, gonggong adalah suatu jenis siput yang habitatnya banyak tinggal di sekitar Pulau Bintan dan Batam tetangganya. Cara gonggong disajikan hampir sama seperti kerang dara di pecel lele, cukup direbus bersama dengan siungan bawang dan jahe jika ada.
Perlu diketahui sampai pulang, perut saya sudah cukup rasanya menelan gonggong ini. Gonggong begitu menjadi primadona masyarakat Tanjung Pinang dan sekitarnya, hal ini juga disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang bekerja sebagai nelayan.
Menyisiri Timur Pulau Bintan
Karena waktu itu sedang liburan, maka mengelilingi satu pulau ini adalah kewajiban. Dari luas memang tampaknya kita bisa mengelilingi satu Pulau Bintan dalam satu hari. Bertemu dengan Bang Kinoy, pria kelahiran Dabo Singkep, sebuah pulau yang berjarak 158 Km ke arah selatan Pulau Bintan. Beliau menemani saya selama perjalanan keliling pulau.
Perjalanan pertama adalah pergi menuju Vihara Ksitigarbha Bodhisattva atau 500 Lohan Temple atau juga masyarakat Bintan menyebutnya Patung Seribu. Lokasinya tak jauh dari Tanjung Pinang, jalanan yang mulus mempercepat perjalanan. Destinasi pertama ternyata sudah membuat saya terpukau dengan artistiknya yang tak mungkin dijumpai di tempat lain.