Lihat ke Halaman Asli

Karir Politik

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dunia politik adakalanya membuat manusia gila; teman menjadi lawan, lawan menjadi kesayangan, tokoh kelompoknya dituhankan dan tokoh rivalnya diibliskan. Politik bisa membuat hukum bertekuk lutut dan membuat kejahatan berevolusi menjadi kebenaran. Politik bisa menggantikan posisi akal, hati dan agama bagi pelakunya. Mungkin tidak berlebihan jika ada slogan, "politik adalah agama baru bagi politisi".

Bagi banyak orang, realitas tersebut membuat muak dan berusaha menjauhi dunia politik. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi Amir, Aman, dan Kahin. Mereka adalah tiga orang sahabat main saat masih kecil. Namun setelah lulus SD mereka tidak pernah bertemu, Amir dan Aman sudah pindang kampung, tidak tinggal di kampung Ciseupan lagi.

20 tahun berlalu, tanpa disengaja mereka bertemu di sebuah hajatan pernikahan seorang anak bupati. Sambil saling lempar senyum, mereka saling mendekat dan saling bercengkrama. Dari cerita ringan tentang kenangan masa kecil akhirnya sampai ke obrolan tentang karir mereka saat ini.

"Eh ngobrol-ngobrol, kok bisa kalian datang ke pernikahan pak bupati?" Tanya Kahin kepada kedua orang kawannya.

Mendengar pertanyaan Kahin, seolah takut keduluan oleh Aman, Amir lekas menjawab, "Tanpa saya, dia enggak akan jadi bupati" dengan nada sedikit kuat dan bangga. "Saya ketua tim suksesnya saat pilkada".

"Bagaimana bisa?" Tanya Kahin.

"Pengalaman sebagai ketua umum organisasi esktra kampus, membuat saya bisa mendirikan banyak LSM, dari LSM yang berhubungan dengan survey, LSM buruh, LSM kepemudaan, bahkan LSM keagamaan. Saya bisa dengan mudah menggerakkan mereka untuk menjalankan isu yang diarahkan" jelas Amir panjang lebar.

"Kalau kamu?" Tanya Kahin, sambil melihat Aman.

"Saya konsultan politiknya. Saya main di belakang layar. Namun strategi dan memainkan isu dalam hiruk-pikuk pemilu adalah ide saya" Kata Aman, seorang lulusan S2 jurusan politik di salah salah satu kampus ternama di Indonesia.

"Kebetulan saya banyak koleksi film-film tentang politik, terutama Hollywood" lanjut Aman. Tidak jelas apa maksud ucapan tambahannya itu.

"Kalau Kamu?" Tanya Amir dan Aman, serentak. Sambil kedua pasang mata mengarah kepada Kahin. Mungkin keduanya rada heran, kenapa Kahin bisa datang kesana? Kenapa orang kampung yang hanya lulusan SD bisa kenal dengan sang bupati.

"Saya ahli spiritualnya. Di negara kita, enggak ada pejabat tanpa ahli spiritual" jawab Kahin.

"Bagaimana bisa?" Tanya Amir.

"Dulu trendnya, ahli spiritual dengan dupa dan jampe-jampe. Saat ini sudah kurang musim, sekarang musimnya Ahli spiritual seperti ini" sambil Kahin menunjuk pakaian yang ia kenakan.

Amir dan Aman berusaha menebak apa maksud Kahin. Namun seperti tahu yang dipikirkan kedua temannya, Kahin menjelaskan.

"Saya hanya perlu aksesoris gamis, sorban dan tasbeh. Usahanya saya menghafal sedikit ayat-ayat dan doa-doa. Percayalah, itu semua membuat para pejabat dan politisi mendengar dan menuruti kata-kata saya".

Setelah mendengar ucapan Kahin itu, mereka saling lihat lagi satu sama lain. Seperti faham atas tatapan masing-masing kawannya, mereka menyeringai bersama. Namun seperti tidak bisa ditahan lagi, mereka akhirnya tertawa bersama-bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline