Transformasi Digital: Tantangan dan Peluang bagi Industri Jasa Keuangan
Dalam era ekonomi digital yang berkembang pesat, organisasi pra-digital di industri jasa keuangan menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan keberlanjutan dan relevansi bisnis mereka. Studi kasus yang dilakukan oleh Chanias, Myers, dan Hess (2019) dalam artikel yang dipublikasikan di Journal of Strategic Information Systems memberikan wawasan yang berharga mengenai bagaimana organisasi-organisasi ini merumuskan dan mengimplementasikan strategi transformasi digital (DTS). Artikel ini menyoroti pentingnya DTS sebagai respons terhadap ancaman eksistensial yang dihadapi oleh organisasi pra-digital, terutama dalam konteks di mana teknologi digital semakin mendominasi berbagai aspek operasi bisnis.
Sebagai contoh, hasil survei dari SAP pada tahun 2017 menunjukkan bahwa 84% dari perusahaan global menganggap transformasi digital sebagai kunci kelangsungan hidup dalam lima tahun ke depan, namun hanya 3% yang telah menyelesaikan upaya transformasi secara organisasi. Fakta ini menunjukkan betapa pentingnya bagi organisasi pra-digital untuk tidak hanya mengadopsi teknologi digital tetapi juga merumuskan strategi yang komprehensif dan iteratif untuk mengintegrasikan teknologi ini ke dalam model bisnis mereka.
Penelitian ini berfokus pada proses dinamis di balik perumusan dan implementasi DTS, yang melibatkan iterasi antara pembelajaran dan penerapan. Hal ini mencerminkan bahwa strategi transformasi digital bukanlah sebuah rencana yang disusun sekali jadi, melainkan proses yang terus berkembang tanpa akhir yang pasti.
Dengan demikian, artikel ini memberikan panduan penting bagi organisasi pra-digital dalam mengembangkan DTS yang efektif dan adaptif, yang dapat membantu mereka beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan lingkungan bisnis yang disebabkan oleh teknologi digital.
***
Dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategi transformasi digital (DTS), organisasi pra-digital di industri jasa keuangan menghadapi berbagai tantangan dan dinamika yang unik. Studi oleh Chanias, Myers, dan Hess (2019) menunjukkan bahwa salah satu tantangan utama adalah perlunya perubahan fundamental dalam struktur organisasi dan model bisnis yang selama ini terbukti sukses di era pra-digital.
Artikel ini menggambarkan bagaimana organisasi keuangan Eropa yang menjadi subjek studi, meskipun tidak berada di bawah tekanan eksternal untuk bertransformasi, tetap memilih untuk menjadi pelopor dalam transformasi digital guna mempertahankan keunggulan kompetitifnya.
Proses perumusan DTS di organisasi ini dimulai dengan pembentukan Unit Transformasi Digital (DTU) dan penunjukan seorang Kepala Transformasi Digital (HDT) yang melapor langsung kepada CEO. Langkah ini menunjukkan pentingnya kepemimpinan yang kuat dan visi yang jelas dalam memandu transformasi digital. Selama periode penelitian yang berlangsung sekitar 12 bulan, organisasi ini melalui berbagai fase, mulai dari pengakuan kebutuhan transformasi digital pada pertengahan 2015 hingga penguatan strategi transformasi pada tahun 2017.
Namun, salah satu temuan menarik dari penelitian ini adalah bahwa strategi transformasi digital tidak dapat sepenuhnya direncanakan atau dipaksakan dari atas. Meskipun kepemimpinan dari atas sangat penting, artikel ini menekankan pentingnya strategi yang muncul secara organik dari bawah, melalui inisiatif karyawan dan kolaborasi lintas fungsi. Ini terlihat dari hasil proses inovasi digital yang diinisiasi oleh DTU, di mana sekitar 150 ide diajukan oleh karyawan dalam beberapa bulan pertama peluncuran proses tersebut, dengan enam proposal dipresentasikan di depan panel penilaian pada tahap awal, dan empat di antaranya disetujui untuk pengembangan lebih lanjut.
Selain itu, artikel ini juga menunjukkan bahwa transformasi digital membutuhkan perubahan budaya organisasi. Meskipun awalnya ada resistensi dari beberapa bagian organisasi, terutama dari departemen TI dan SDM, akhirnya muncul kesadaran bahwa keberhasilan transformasi digital bergantung pada keterlibatan seluruh organisasi, bukan hanya kepemimpinan puncak. Sebagai contoh, Kepala SDM yang baru ditunjuk pada tahun 2017 menyadari pentingnya pendekatan yang lebih inklusif dan fleksibel dalam mendukung proses transformasi.