Lihat ke Halaman Asli

Kreatifitas Guru dalam Menggunakan Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kurikulum 2013

Diperbarui: 8 Desember 2022   13:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mata pelajaran bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang diajarkan di sekolah sejak sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang mengalami perombakan total dalam Kurikulum 2013. Bila dalam Kurikulum 2006 mata pelajaran Bahasa Indonesia lebih mengedepankan pada keterampilan berbahasa (dan bersastra), maka dalam Kurikulum 2013 ini Bahasa Indonesia digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan menalar. Hal ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa kemampuan menalar peserta didik Indonesia masih sangat rendah. Dari studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011, hanya lima persen peserta didik Indonesia yang mampu memecahkan persoalan yang membutuhkan pemikiran, sedangkan sisanya 95 persen hanya sampai pada level menengah, yaitu memecahkan persoalan yang bersifat hapalan.

Problematika Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kurikulum 2013

Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada kurikulum 2013 dititikberatkan pada pemahaman siswa terhadap teks baik lisan maupun tulis. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks, bahasa Indonesia diajarkan bukan sebagai pengetahuan bahasa, melainkan sebagai teks yang mengemban fungsi untuk menjadi sumber aktualisasi diri penggunanya pada konteks sosial budaya akademis. Pembelajaran tersebut dilaksanakan di sekolah-sekolah dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk mengomunikasikan apa yang dirasakan, diketahui, dan dilihat/diamati melalui sebuah teks.

Pembelajaran bahasa Indonesia di kurikulum 2013 mengharapkan adanya kesadaran bahwa setiap teks memiliki struktur tersendiri yang satu sama lain berbeda. Struktur teks dianggap sebagai cerminan cara berfikir. Dengan demikian, makin banyak jenis teks yang dikuasai siswa, makin banyak pula asumsi yang dapat digunakannya dalam kehidupan sosial dan akademiknya. Melalui cara itu, siswa kemudian dapat mengkonstruksi ilmu pengetahuannya melalui kemampuan mengobservasi, mempertanyakan, mengasosiasi, menganalisis, dan menyajikan hasil analisis secara memadai.

Ironinya, kurikulum 2013 sebagai kurikulum yang dianggap lebih baik dan diklaim mampun menciptakan generasi yang lebih baik pula, penerapannya justru banyak mengundang kritikan dari banyak kalangan. Mulai dari penerapannya yang tergesa-gesa, hingga konsep dan materi pelajaran yang terdapat di kurikulum 2013 dianggap sesat. Bagi guru dan siswa, kurikulum 2013 seperti gula-gula yang ditawarkan pada anak. Rasanya manis, tetapi berbahaya karena merusak gigi anak.

Setidaknya ada beberapa hal yang harus dikritisi pada pembelajaran Bahasa Indonesia di Kurikulum 2013. Pertama, Materi pembelajaran Bahasa Indonesia yang berbasis pada teks membuat muatan Kurikulum 2013 penuh dengan pembelajaran mengenai struktur teks. Sehinga hari-hari siswa saat pelajaran bahasa Indonesia seolah menjadi hari-hari struktur teks. Sebagai contoh pembajaran mengenai struktur dan ciri kebahasaan teks laporan pada kelas X. Begitu juga pada materi lainnya, selalu berkaitan dengan struktur dan ciri kebahasaa. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks memang baik. Namun, di lapangan peserta didik menjadi jenuh karena setiap kali harus berhadapan dengan teks, teks, dan teks.

Kedua, kurangnya relevansi beberapa materi dengan kondisi budaya lokal. Sebagi contoh, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013 di kelas X terdapat materi mengenai teks prosedur kompleks tentang pengurusan paspor dan visa. Paspor dan visa hanya digunakan untuk mereka yang ingin bepergian ke luar negeri. Realita yang ada pada masyarakat, hanya sebagian kecil masyarakat yang bisa bepergian keluar negeri, sehingga kebermanfaatan materi mengenai pembuatan paspos dan visa sangat kecil apalagi bagi siswa yang bersekolah di daerah-daerah.

Ketiga, adanya tuntutan terhadap pemberdayaan guru pada proses pembelajaran. Guru dibuat seolah memiliki kemudahan karena tidak perlu menyusun strategi pembelajaran, karena pada kurikulum 2013 menempatkan guru hanya sebagai aktor pelaksana apa yang dirancang oleh pemerintah pusat. Dengan kata lain, silabus dan buku babon yang didalamnya memuat cara-cara bagaimana pembelajaran dilaksanakan (termasuk didalamnya penggunaan strategi, model, metode, dan teknik) telah disiapkan oleh pemerintah. Adanya depowerisasi peran guru yang dirancang pemerintah pusat tentunya mengancam pengembangan guru.

Hal tersebut tentunya berlawanan dengan Permendikbud No 103 Tahun 2014 Pasal 1 menyebutkan bahwa Pembelajaran dilaksanakan berbasis aktivitas dengan karakteristik: a. interaktif dan inspiratif; b. menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif; c. kontekstual dan kolaboratif; d. memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian peserta didik; dan e. sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selanjutnya pada Pasal 2 menyebutkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan, strategi, model, dan metode yang mengacu pada karakteristik sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Jadi seharusnya guru memiliki kebebasan dalam menentukan strategi pembelajaran yang akan digunakan, sehingga guru tidak hanya mengacu pada buku pegangan guru yang didalamnya terdapat langkah-langkah pembelajaran.

Bagaimana Seharunya Pembelajaran Bahasa Indonesia Dirangcang?

Beberapa hal yang menjadi problematika pada pembelajaran Bahasa Indonesia di Kurikulum 2013 tersebut jika tidak disiasati secara tepat akan mengakibatkan kondisi kelas yang membosankan. Karena baik guru maupun siswa melakukan hal yang berulang-ulang setiap kali pembelajarannya. Hal tersebut membuat siswa menjadi bosan perlu dan memerlukan siasat khusus untuk mengatasinya. Disisi lain, adanya dinamika kondisi kelas juga ikut berpengaruh dalam efektivitas pembelajaran. Disinilah sosok guru yang kreatif dibutuhkan dalam rangka merancang pembelajaran yang akan dilaksanakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline