DINI hari di sebuah hutan.
Dhanapati membuka matanya. Mentari belum lagi menampakkan diri. Hari masih gelap saat itu. Tanah terasa agak basah karena embun pagi.
Kabut dimana- mana.
Perlahan, berusaha tak menimbulkan suara, Dhanapati bangkit berdiri. Dia tak ingin membangunkan Kaleena yang masih terelap tak jauh dari situ. Dia pasti lelah sekali. Kemarin mereka berjalan jauh menembus hujan lebat dan kilat yang sambar menyambar.
Dhanapati berniat mencari tanaman atau buah- buahan yang dapat dimakan. Dia berjalan beberapa saat hingga akhirnya ditemukannya sekelompok pohon pisang yang sedang berbuah lebat. Diambilnya sesisir saja dari begitu banyak pisang di tandan. Cukup sudah untuk pagi ini, pikirnya sambil melihat berkeliling. Dan.. ah, ditatapnya rimbunan pohon beberapa tombak dari tempatnya berdiri. Tak salah lagi, itu pohon nanas.
Kaleena mungkin suka buah nanas, pikirnya sambil mendekati pepohonan itu.
Dugaannya benar. Itu pohon nanas. Sedang berbuah lebat, dengan banyak buah yang berkulit kuning keemasan. Nanas- nanas itu sudah matang.
Dhanapati mengambil dua buah nanas, lalu membalikkan badan menuju ke tempat dimana ditinggalkannya Kaleena tadi.
Tempat mereka bermalam itu merupakan tempat dimana ada ceruk alami yang terbentuk seperti gua yang tak begitu dalam. Cukup untuk meluruskan badan dan melindungi mereka dari udara malam. Tak jauh dari situ, juga terdapat sebuah danau. Airnya akan dapat diminum. Mungkin ada ikan juga disana, pikir Dhanapati.
Tanpa tergesa, Dhanapati melangkahkan kaki. Latihan yang diterimanya selama ini membuatnya terbiasa berjalan tanpa menimbulkan suara. Mentari sudah mulai menampakkan sinarnya. Hari mulai terang sekarang. Dia tiba di tepi danau tak jauh dari gua dimana dia dan Kaleena bermalam kemarin.