Lihat ke Halaman Asli

Darah di Wilwatikta Eps 11: Bidadari Malam Menunggang Kegelapan

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

PEREMPUAN itu menengadah, merasakan aroma hangat yang memasuki indra penciuman.

Ah, aroma Kotaraja. Aroma Trowulan.

Dia selalu merasa takjub ketika menginjakkan kaki ke Trowulan. Sebuah kota yang menjadi lambang kemajuan. Sebuah kota di mana seseorang bisa mendapatkan apa saja. Ya apa saja.

Di sore seperti ini, pasar Trowulan riuh rendah. Dipenuhi manusia dari berbagai bangsa. Dengan berbagai tipe. Mulai dari pendekar, pendeta, resi, bangsawan, pedagang, petani, pengembara, penjilat, pemabuk, hingga budak. Mereka menjadi satu dalam pusaran kebutuhan. Kecuali, tentu saja, para budak yang hanya berdiri diam menanti dengan cemas siapa calon majikan.

Perempuan itu berjalan santai. Menikmati langkah demi langkah. Melihat dari kejauhan beberapa sosok yang dikenalnya, namun tidak melihatnya. Dilihatnya Pendekar Mata Naga dengan pedang berkaratnya. Sang pendekar sedang mengamati kayu cendana. Ada juga Pendekar Codet yang sama-sama berasal dari Swarnabhumi. Sampai sekarang, dia tidak mengerti kenapa pendekar yang berasal dari Ceumpa (Aceh) itu menyebut dirinya Codet padahal wajahnya sama sekali tidak menampakkan bekas luka.

Sekilas, dia juga sempat melihat Pendekar Harimau Hitam, yang mudah dikenali karena mengenakan pakaian khas dari kulit harimau.

Banyak pendekar hebat berkumpul di Trowulan. Apakah hanya kebetulan?

Teriakan penjual buah membuat perempuan itu kaget. Dia menoleh. Penjual buah, seorang lelaki yang bertelanjang dada memamerkan buah-buahan yang dijajakan: Bermacam-macam pisang, kelapa, tebu, delima, manggis, langsat, semangka…

Denggan sopan perempuan itu menggelengkan kepala. Tidak. Dia datang ke Trowulan bukan untuk membeli buah-buahan. Matanya kemudian melirik ke sebuah toko sederhana yang menjual kain. Ada kain sutera dari Negeri Atap Langit (China), ada kain bercorak dari India…

Dan nalurinya mengatakan kalau dia sedang diawasi.

Bukan, bukan prajurit Majapahit yang sejak dia memasuki gerbang Trowulan sudah membayanginya. Sebagai perempuan yang masih terhitung kerabat dekat Sang Baginda, dia tahu kalau ada sepasukan prajurit yang membayanginya. Melindunginya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline