Lihat ke Halaman Asli

Darah di Wilwatikta Eps 1: Lebih Hitam dari Kegelapan

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

DHANAPATI tersuruk, melangkah limbung. Sekujur tubuhnya terasa sakit. Sakit yang perih menusuk. Berdenyut berirama, irama kematian.

Dhanapati menggigit bibirnya. Sakit di sekujur tubuhnya tak sebanding dengan sakit di hati. Dia menggigil.

Tak ada yang lebih menyakitkan dibanding dikhianati teman sendiri. Dikhianati oleh mereka yang selama ini dianggap sebagai saudara sejiwa. Senasib sepenanggungan.

Awalnya dia merasa heran melihat mantan rekannya dari Bhayangkara Biru mendatangi Dukuh Weru, tempatnya menetap selang satu setengah tahun terakhir. Mereka datang lengkap. Bahkan Bhagawan Buriswara, pemimpin Bhayangkara Biru yang biasanya jarang meninggalkan keraton juga ikut serta.

Semula Dhanapati mengira rekan-rekannya datang untuk mengucapkan selamat atas pernikahannya, dan ikut gembira dengan kelahiran bayi laki-lakinya.

Namun perkiraan Dhanapati keliru. Sangat keliru.

Mereka, saudara-saudaranya ternyata datang membawa maut. Mereka datang untuk menghukum!!

Tak ada yang bisa meninggalkan Bhayangkara Biru. Menjadi anggota Bhayangkara Biru adalah kontrak sekali seumur hidup yang harus dijalani sampai mati. Dhanapati tahu hal itu ketika dia terpilih menjadi anggota, lima tahun lalu.

Hingga hari ini, Dhanapati tak pernah menyesali keputusannya menjadi anggota Bhayangkara Biru, sebuah kelompok elit yang dibentuk Yang Mulia Mahapatih. Bhayangkara Biru bertugas mengejar dan mengeksekusi para penjahat yang lolos dari belitan hukum. Para anggota Bhayangkara Biru diberi hak untuk membunuh. Mereka bergerak rahasia namun diberi akses khusus dan tak terbatas dari Kerajaan.

Bhayangkara Biru sangat dihormati sekaligus ditakuti. Di Kotaraja, pamor mereka bahkan lebih tinggi dibanding Bhayangkara Utama yang bertugas sebagai pengawal pribadi Yang Mulia Baginda Raja.

Dhanapati tak pernah menyesal. Hingga dia melihat seluruh warga Dukuh Weru dibantai tanpa ampun. Sampai dia melihat istrinya roboh berkalang tanah dan putranya yang baru berusia tiga bulan berlumuran darah…

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline