Tiap kali pembahasan-pembahasan tentang permasalahan pendidikan menguat, menjadi pembicaraan "seksi" untuk mencari-cari boroknya, maka pada saat yang sama pula ujung tolak penggunjingan ialah sistem pendidikan.
Tak heran dan pelak memang, karena "pendidikan" menjadi bahan pokok dalam rantai "makanan" peradaban manusia. Maka setiap persendiannya yang sakit adalah tanggung jawab kita bersama.
Tema permasalahannya pun akan kembali ke tema paling mengakar yaitu sistem pendidikan, yang jika semakin jauh ditelisik, maka akan kembali ke hal dan wajah kusam yang sama pula, yaitu orientasi pendidikan.
Sejauh pandangan semester pikir saya yang dangkal ini, sebagai subjek pengalaman dari lembaga pendidikan, sedari Sekolah Dasar sampai ke Perguruan Tinggi.
Orientasi pendidikan masih kalau tidak bisa disebut hanyalah, bersandar dan meniduri hal-hal material, yang pada ujungnya beralih tata menjadi materilistik.
Bisa dipahami, sekitar keluarga, tetangga, keponakan, ataupun keponakan pacar (kalau dia masih setia). Yang bocil-bocil nan imut itu, nilai uang jajan mereka haruslah sejalan dengan taraf implikasi proses belajar mereka di sekolah.
Tidak sampai disitu, adanya gengsi-gengsi sosial pada sebuah lembaga elit (dalam pengertiannya masing-masing). Nilai pertukarannya jajanannya ataupun gaya hidup anak sekolahnya pun haruslah sejalan dengan rotasi perputaran pertemanan dan tempat belajar sekelasnya.
Tidaklah salah apalagi dosa, namun empiriknya dan muka orientasi pendidikan kita itulah adanya.
Selalu saja ada "kemaksiatan-kemaksiatan" baik yang nampak maupun tak tampak, dalam orientasi pendidikan kita.
Maka sesungguhnya. Orientasi Pendidikan perlu sesegera mungkin berbenah. Untuk mengurainya. Yang perlu dilakukan diantaranya;