Lihat ke Halaman Asli

Sahyul Pahmi

TERVERIFIKASI

Masih Belajar Menjadi Manusia

Pengalaman Saya Memberi Hadiah Ikan Kering kepada Mantan

Diperbarui: 13 April 2020   15:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: pixabay.com/Bob_Dmyt

Sejak awal kelahiran manusia, cinta selalu menjadi bagian hidupnya entah berada pada ruang bahagia, kenangan, ataupun patahnya. Cinta selalu bisa hadir di tiap bagian kehidupan atau bisa jadi dialah memang bagian dari kehidupan itu sendiri.

Dulu, seperi halnya anak muda yang lain, perihal cinta yang dirasakan, di dalam hati saya pernah tertanam, tumbuh, berkembang, mekar, namun ia kering sebelum menangkup pucuknya--Cinta yang tak setia.

Namun bukan itu yang ingin saya letakkan sebagai lembar kertas yang berisi kata-kata tentang deretan pahit-getirnya defenisi "pisah". Bukan. Sekali lagi bukan.

Saya ingin mengajak teman-teman untuk sementara waktu kita berjalan ke papan dermaga untuk kita daras ombak-ombak kenangan saya, yang pada suatu masa yang belum tepat ingin kubentuk menjadi harapan.

Ombak-ombak kenangan berderai tentang dimana saya dan kekasih yang kini bermetamorfosa menjadi mantan, menghadiahi kepadanya beberap potong ikan kering. Sangat beda. Bukan coklat ataupun permen, atau apapun itu yang bagi anak milenial punya konten romantisme di dalamnya.

Ikan kering tersebut saya hadiahi kepada mantan ketika sudah berselang seminggu pasca ulang tahunnya. Waktu yang harus saya akui sebagai beberapa jam yang sungguh membuat saya semakin mengerti bagaimana kehabagiaan itu bekerja dan bekerja antar kebahagiaan yang lain.

Saya dan dia bukanlah anak yang lahir di perkotaan, kami tahu dan sangat paham bagaimana rasa sebuah pedesaan, olehnya waktu saya menghadiahinya tidak ada yang ganjil di antara kami. Ikan kering telah berbuat sesuai keinginan saya, sebagai hadiah yang bukan hanya dapat membuat hatinya meletup bahagia tetapi juga kembali tahu makna persamaan diantara kami. (Waktu itu).

Bau menyengat ikan kering tak dapat menghalang bagaimana bercerita, bercakap, yang tingkat candaan bagi kami sendiri tidak tahu. Cinta waktu itu telah merubah kami berdua menjadi sepasang makhluk penuh canda yang tak sebatas tawa.

Depan minimarket samping kampus, saya memberinya, walau sebenarnya ia telah menunggu lama, tapi kedatanganku yang membawa ikan kering telah mebuatnya lupa, bagaimana sulitnya menunggu.

Tas hitamnya sebagai saksi di hadapan peradilan pertemuan kami, bahwa saya benar-benar memberinya, dan benar ia sangat menyukainya.

Lewat pesan singkat sepulang jejak-jejak yang dipersatukan, dia memberi tanggapan, tentang setiap cubitan daginnya, ikan kering itu mengingatkannya bagaimana tangan saya yang bukan hanya tampak hangat tapi juga sama dengan tangannya--rasa yang bersentuh akan cinta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline