Pemilu 2024 telah berakhir dan berdasarkan hitungan cepat pasangan Prabowo Subianto dan wakilnya Gibran Rakabuming Raka hampir pasti keluar sebagai pemenang. Partai Golkar sebagai pengusung kedua pasangan calon tentu juga mencatat sukses, karena selain berhasil mengantarkan pasangan tersebut unggul lewat pemilihan satu putaran, juga berhasil meraup peningkatan suara secara signifikan pada Pemilu Legislatif yang berlangsung dalam waktu bersamaan.
Apa yang dicapai partai berlambang beringin ini harus diakui sebagai buah dari langkah dan kebijakan yang diambil Ketua Umum Airlangga Hartarto di tengah dinamika politik yang berlangsung, khususnya selama periode kampanye baik untuk Pilpres maupun Legislatif. Kepemimpinan yang secara piawai berhasil mengelola dinamika serta mengatur strategi untuk kemudian dijalankan seluruh anggota tim. Sehingga sebagai pemimpin the Winning Team, Airlangga adalah arsitek yang mengorkestrasi pencapaian pada pesta demokrasi tersebut.
Kini dengan beragam capaian tersebut tentu timbul pertanyaan, jika kondisi yang diharapkan dari Pemilu terseubut melebihi dari yang ditargetkan apa yang semestinya dilakukan saat Munas partai ini pada Desember 2024 nanti ?. Jawaban singkatnya cuma satu, don't change the Winning Team. Karena masih banyak kerja yang harus diselesaikan oleh Airlangga, baik secara pemerintahan maupun keorganisasian, karena keberlanjutan menjadi kata kuncinya.
Golkar mencatatkan hasil yang baik di Pileg 2024. Suara yang diraih secara nasional bisa mencapai 15-16%. Kursi di DPR bisa lebih dari 100. Belum lagi kemenangan di 15 dari 38 provinsi di Indonesia.
Meski demikian, di luar capaian luar biasa dari Pemilu Presiden dan Pileg 2024 lalu, suara-suara berbeda dan dengan agenda sendiri, utamanya dalam memajukan calon lain dalam Munas tersebut tetap ada. Layaknya negara demokrasi serta partai yang kenyang makan asam garam dinamika politik tanah air, pemunculan nama-nama seperti Bahlil Lahadalia, Agus Gumiwang, hingga Bambang Soesatyo sebagai kandidat yang juga ikut maju pada Desember mendatang adalah dinamika yang sudah biasa. Saking biasanya, nama presiden Joko Widodo pun disebut-sebut akan masuk jadi kader partai Golkar guna digadang-gadang sebagai ketua umum.
Jika sosok presiden saja disenggol-senggol untuk maju dalam Munas dan menurut sebagian pengamat adalah langkah tidak biasa. Karena hal itu lebih seperti jadi adu domba. Mengapa dua orang yang berprestasi, Airlangga dari sisi kepartaian dan Joko Widodo yang sukses memimpin Indonesia selama dua periode saling berhadapan di kancah munas ?
"Makanya Bukan Golkar banget kalau kemudian Airlangga yang berprestasi ini kemudian digoyang,"ujar Founder KedaiKopi, Hendri Satrio.
Goyangan tersebut secara halus dilakukan melalui pengapungan nama-nama baru seperti Bahlil Lahadalia atau Agus Gumiwang, termasuk juga Bambang Soesatyo, karena semua nama mereka belum levelnya Airlangga dari sisi prestasi,
Padahal masih menurut Hensat, Golkar adalah partai matang dengan sederet pendekar dan dengan permainan fair, maka jika yang dikemukakan adalah penilaian terbuka serta jujur, maka pada tempatnya Airlangga Hartarto ini bisa menjadi ketum Golkar lagi. Atau bahkan tidak perlu di munas karena Airlangga jelas berprestasi, utamanya karena Airlangga membuat Golkar jadi pemenang Pilpres untuk periode pertama dan itu berbeda dengan pemilu 2014.
Jadi sebaiknya memang tidak usah mengganti kapten yang berhasil membawa kemenangan tim, karena pertandingan selanjutnya masih akan berlangsung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H