Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk memperluas jangkauan jaringan gas rumah tangga, dengan melibatkan pihak swasta dalam implementasinya. Langkah-langkah ini diambil sebagai respons terhadap peningkatan konsumsi penggunaan gas bersubsidi di masyarakat. Selain itu, pemerintah juga berencana untuk mengurangi penggunaan Liquefied Petroleum Gas (LPG) bersubsidi. Upaya ini diharapkan dapat mengatasi tekanan keuangan yang diakibatkan oleh subsidi energi. Tingkat kemajuan jaringan gas untuk sambungan ke rumah-rumah saat ini baru mencapai 835 ribu rumah, dan Pemerintah berkomitmen untuk meningkatkannya hingga 2,5 juta jaringan pada tahun 2024.
Seperti disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat Rapat Internal terkait Jaringan Gas Rumah Tangga dan Pendistribusian LPG Tabung 3 Kilogram di Istana Merdeka, Kamis (12/10/2023), pemerintah telah menetapkan sejumlah rencana masif dalam upaya meningkatkan penetrasi jaringan gas di rumah tangga. Salah satu strategi utamanya adalah dengan melibatkan pihak swasta dalam pengembangan jaringan gas kota. Hal ini akan dimungkinkan melalui perubahan peraturan yang memfasilitasi partisipasi pihak swasta dalam proyek-proyek infrastruktur energi. Pemerintah akan menunjuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai penanggung jawab untuk kerja sama Kemitraan Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dalam pengembangan jaringan gas. Langkah ini akan mempercepat pemasangan jaringan gas dan meningkatkan akses masyarakat terhadap energi gas yang lebih terjangkau.
Pemerintah juga mengakui perlunya mengurangi penggunaan LPG bersubsidi. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) akan memiliki peran penting sebagai agregator dalam menyuplai LPG dengan harga yang lebih kompetitif. Harga LPG akan diatur sekitar USD4,72 per MMBtu, membantu mengurangi beban keuangan yang ditanggung oleh pemerintah terkait subsidi LPG. Dengan demikian, peran SKK Migas diharapkan dapat memperkuat efisiensi distribusi LPG dan membantu mengontrol anggaran subsidi.
Selanjutnya, Presiden mendorong upaya-upaya untuk mengidentifikasi dan mempromosikan lapangan-lapangan yang memiliki potensi untuk memproduksi LPG atau LPG Mini. Dengan melakukan ini, pemerintah dapat merencanakan kebijakan pembelian harga LPG dari Pertamina dan memfasilitasi produksi LPG lokal. Langkah ini penting untuk mengurangi ketergantungan pada impor LPG, serta membantu menciptakan sumber daya energi domestik yang lebih mandiri dan berkelanjutan.
Selain langkah-langkah kebijakan di atas, pemerintah juga perlu meningkatkan edukasi dan kesadaran masyarakat tentang penggunaan efisien energi. Kampanye penyuluhan mengenai manfaat beralih ke gas alam dan penggunaan energi yang hemat perlu ditingkatkan. Masyarakat harus diinformasikan tentang cara mengoptimalkan penggunaan gas secara ekonomis dan lingkungan. Dengan demikian, masyarakat akan lebih terbuka untuk mengadopsi perubahan menuju penggunaan energi yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi naiknya konsumsi penggunaan gas bersubsidi meliputi perluasan jaringan gas rumah tangga dengan melibatkan pihak swasta, optimalisasi penggunaan LPG subsidi melalui peran SKK Migas, pendorong produksi LPG lokal, dan peningkatan edukasi masyarakat. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dapat mengurangi tekanan keuangan yang diakibatkan oleh subsidi energi dan menciptakan sistem energi yang lebih berkelanjutan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H