Rilis terakhir BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan kesesuain dengan perkiraan serta konsensus banyak pihak atas pertumbuhan positif ekonomi dalam negeri. Perkiraan yang secara langsung memperlihatkan kuatnta daya tahan Indonesia di tengah kondisi global yang terus mengalami perlambatan yang ditandai dengan tren menurunnya komoditas ekspor utama. Di tengah situasi kurang menggembirakan tersebut pertumbuhan ekonomi pada kuartal dua tahun ini bertahan dengan capaian pertumbuhan positif di angka 5,17% (tahunan) atau 3,86% (bulanan), sekaligus mengakumulasikan pertumbuhan pada semester pertama 2023 menjadi 5,11% (akumulasi).
Hasil tersebut secara langsung menandai raihan pertumbuhan konsisten di atas lima persen dalam tujuh kuartal berturut-turut. Di luar fakta pendukung lain yang menetapkan bahwa kembalinya Indonesia masuk sebagai negara berpenghasilan menengah atas sebagaimana yang diklasifikasikan ulang oleh Bank Dunia pada Juli 2023 lalu.
Prestasi ekonomi Indonesia juga mencatat kemajuan signifikan seperti yang tercermin dalam analisis yang dirilis oleh Institute for Management Development (IMD). Dalam laporan tersebut, Indonesia berhasil meraih peringkat yang lebih tinggi dalam hal daya saing ekonomi, menempatkannya sebagai salah satu negara dengan peningkatan peringkat tertinggi di tingkat global. Peringkat daya saing Indonesia mengalami peningkatan sebanyak 10 posisi, melompat dari peringkat 44 pada tahun 2022 menjadi peringkat 34 pada tahun ini. Capaian ini mencerminkan usaha keras dalam meningkatkan berbagai aspek yang memengaruhi daya saing, termasuk peningkatan dalam kinerja ekonomi, efisiensi pemerintahan, optimalisasi bisnis, serta pengembangan infrastruktur yang lebih baik.
"Hanya tiga negara yang sama dengan Indonesia yang mencatat pertumbuhan serupa untuk kuartal II ini yakni Tiongkok, Uzbekistan, dan Indonesia yang masih mampu tumbuh di atas 5%. Ekonomi Indonesia tumbuh lebih tinggi daripada Vietnam, Amerika Serikat, Singapura, bahkan Jerman yang sedang berkontraksi," papar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat bicara tentang data Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal II Tahun 2023 di Jakarta, Senin (7/8/2023).
Capain positif kuartal II tersebut menjadi penjawab rasa khawatir kepada bakal terjadinya perlambatan ekonomi yang utamya akibat penurunan harga komoditas unggulan ekspor seperti CPO dan pertambangan serta akibat perlambatan manufaktur dari negara mitra dagang utama Indonesia seperti Amerika Serikat dan Tiongkok.
Komponen utama penopang pertumbuhan itu datang dari hampir seluruh lapangan usaha, Demikian pula jika dilihat dari sisi konsumsi rumah tangga yang pengeluaranya tumbuh kuat di di angka 5,23% (yoy), selain juga meningkatnya aktivitas masyarakat di masa libur hari raya maupun hari libur lainnya. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang mencerminkan aktivitas investasi dan realisasi pembangunan infrastruktur Pemerintah mengalami peningkatan menjadi 4,63% (yoy), serta konsumsi Pemerintah juga mengalami peningkatan menjadi 10,62% (yoy).
Adapun dari sektor usaha, tak ada yang tidak tumbuh positif, terlebih untuk kelompok transportasi dan pergudangan yang ekspansinbya naik secara ke angka 15,28% (yoy) sejalan dengan peningkatan mobilitas masyarakat. Sementara Industri manufaktur atau pengolahan sebagai kontributor pertumbuhan terbesar mendapat topangan kuat dalam permintaan domestik dan menjadikan sharing pertumbuhan ke PDB mencatat sumbangan hingga 18,25% (yoy).
Perbandingan pertumbuhan antara jawa dan luar pulau jawa juga menunjukkan kecenderungan pemerataan dan postif. Secara spasial pertumbuhan tersebut didominasi oleh Pulau Jawa dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 57,27%, sementara seluruh wilayah di luar Pulau Jawa juga bertumbuh dengan didukung kenaikan investasi dan pembangunan industri. "Pada kuartal ketiga nanti kita masih bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama melalui belanja Pemerintah, khususnya pada Kementerian/Lembaga besar di bidang infrastruktur, padat karya, dan pertanian," tutur Menko Airlangga. "Pertumbuhan kita di akhir 2023 tetap ditargetkan 5,3% sesuai dengan APBN, dan pengungkitnya ada di kuartal ketiga. Nanti kita akan melihat kontribusi dari sektor pertambangan, SDA, dan kelapa sawit, yang semuanya tergantung harga komoditas, tapi ini sekarang mendekati harga normal, yang artinya bisa digenjot dari sisi volume ekspornya, dan juga terkait produk unggulan lainnya seperti produk kimia serta besi-baja," pungkas Menko Airlangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H