Sejak awal berdiri, Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang menjadi jelmaan dari Ormas Nasional Demokrat dengan sangat pede berkata merekalah partai yang terdepan dalam mengusung perbaikan untuk Indonesia. Dengan jargon Restorasi Indonesia, organisasi besutan Surya Paloh ini dalam berbagai penampilannya di publik lewat saluran Metrotv yang jadi miliknya berteriak gagah dan lantang yang sebenarnya bikin illfil pendengarnya. Ditambah klaim bahwa mereka adalah pendukung terdepan presiden Joko Widodo, sehingga merasa punya hak untuk mendaku sebagai pengikut setia.
Karena merasa telah berjasa dan menjadi pendukung terdepan selain PDIP, mereka merasa masyarakat dan publik lalai dari pengamatan atas tindak tanduk yang dilakukan fungsionaris partai. Mereka boleh merasa pintar, tapi sejatinya tak lebih baik dari keledai, yang tahu dan tak akan bertindak bodoh untuk terperosok ke lubang yang sama untuk kedua kalinya. Maka saat Sekjen Johnny G Plate resmi ditetapkan sebagai tersangka untuk proyek 500 BTS, orang akan mengingat kasus lama, korupsi yang juga dilakukan oleh sekjen sebelumnya Patrice Rio Capella pada tahun 2015 lalu.
Kejaksaan Agung menetapkan Johnny Plate jadi tersangka dalam kasus korupsi pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung BAKTI Kominfo. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebut nilai kerugian keuangan negara akibat kasus BAKTI Kominfo mencapai Rp8 triliun. Belum ada keterangan resmi berapa jumlah uang yang dikantongi oleh Plate sendiri.
Maka tak heran saat sang Sekjen kedua ini tertangkap berbagai pembelaan langsung keluar, tak cuma untuk mencari pembenaran atas apa yang dilakukan. Namun juga berupaya menyeret pihak lain untuk dibawa dan diframing turut terlibat bahkan dalam bentuk tuduhan yang lebih canggih, "ada intervensi kekuasaan".
Upaya menggiring kasus tersebut ke wilayah politik lewat pernyataan Surya Paloh saat memberi statement pertama usai tertangkapnya Plate adalah juga ciri khasnya, yang bicara nggak clean n clear saat ada kasus yang menyeret namanya.
Lalu mau dibawa kemana itu jargon Restorasi Indonesia ?, apakah cuma menyisakan retorika politik karena pada faktanya, kondisi lebih baik yang diinginkan semua pihak, justru terlihat rusak oleh kasus ini. Itu tak lain karena aksiJohnny G Plate adalah murni kejahatan korupsi yang jelas sangat menyengsarakan rakyat banyak dan merugikan keuangan negara. Nilai proyek 11 T rupiah, dikorupsi 8.32 T rupiah, dasar maling negara. Kemana larinya uang itu?
Kehadiran Anies Baswedan yang terkesan datang terburu-buru di kantor DPP Partai malam itu juga menghadirkan gambaran bahwa respon partai dan tokoh yang digadang-gadang maju sebagai calon presiden pada saat ini, adalah gambaran dari peristiwa yang sesungguhnya akan terjadi.
Dari reaksi tersebut dengan minimnya etika politik yang dimunculkan semestinya telah jadi dasar pandang bahwa Nasdem sudah tak layak lagi ada di barisan koalisi parpol Pemerintahan Presiden Jokowi.
Karena dari deklarasai Nasdem terhadap Anies Baswedan sebagai bakal Capres 2024 adalah wujud ambisi besar politik namun dengan logika politik pincang/degleng sekaligus melanggar fatsun politik in respect with platform politik koalisi parpol.
Maka dari peristiwa itu saja, ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi nanti, 1. Koalisinya bubar, 2. Partai Nasdem gagal lolos 20 persen Parlementer Threshold (PT) pada Pileg 2024 3. Atau Anies Baswedan harus gigit jari karena gagal nyapres di Pemilu 2024 nanti.
Sekali lagi kasus hukum Johnny G Plate bukan sebuah intervesi kekuasaan, murni kejahatan korupsi. Logikanya sederhana, bagaimana bisa Gregorious Alex Plate, adik kandung Johnni G Plate, bisa dapat uang 500 juta rupiah dari proyek BTS? Emangnya Kominfo RI milik mbah buyutnya Johnny G Plate?.