Sejak menjabat pada periode pertama pada tahun 2014, salah satu program prioritas pemerintahan presiden Joko Widodo adalah percepatan program reformasi agraria. Keseriusan itu ditunjukkan dengan memasukkan agenda ini sebagai salah satu Program Strategis Nasional. Tak sekedar masuk, pelaksanaan program ini juga turut menjadi penopang besar dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) saat masa Pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu
Kini saat program PEN tersebut masih dijalankan, karena proses pemulihan ekonomi masih terus berlangsung, maka keberadaan agenda reformasi agraria tersebut tak cuma menyangkut aspek kepemilikan, namun juga sebagai alat dalam menggerakkan ekonomi masyarakat. Salah satu bentuknya adalah melalui Penataan Aset dengan redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) sebagai modal usaha produktif, serta Penataan Akses atau kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan memberikan bantuan permodalan, sarana produksi, akses pemasaran, serta pelatihan dan pendampingan usaha kepada masyarakat.
"Sebagai bagian penting dalam PEN, reformasi agraria terbukti berdampak langsung untuk penguatan ekonomi rakyat, serta memiliki leverage dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 khususnya bagi rakyat kecil di pedesaan, petani, pekebun, dan nelayan," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sambutannya secara virtual selaku Ketua Tim Reforma Agraria Nasional dalam Kick Off Meeting: Road to Karimun sebagai rangkaian persiapan pertemuan puncak Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Summit 2023, Selasa (11/4/2023).
Untuk itu, pertemuan GTRA ini menempati posisi penting sekaligus menjadi langkah strategis Pemerintah dalam melanjutkan program Pemulihan Ekonomi Nasional pasca pandemi Covid-19. "Apresiasi kami kepada Gugus tugas yang telah bekerja keras melaksanakan Reforma Agraria untuk mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah, mengurangi kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, serta menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan rakyat," kata Menko Airlangga.
Pada tataran aturan agar target reformasi itu bisa tercapai, pemerintah juga sedang menyiapkan rancangan Peraturan Presiden (RPP) tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria, sebagai pengganti Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Tujuanya agar percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria diharapkan dapat jadi pendorong dalam upaya memenuhi target yang ditetapkan yang terdiri dari program sertifikasi tanah transmigrasi dan redistribusi tanah dari pelepasan Kawasan Hutan," tutur Menko Airlangga.
Rancangan Perpres itu diharapkan bisa mengurai hambatan teknis di lapangan, seperti perbedaan subjek dan objek TORA antara Surat Pelepasan Kawasan Hutan dengan pengukuran kadastral yang terus berulang. Disamping juga bisa jadi solusi atas persoalan dan konflik agraria seperti konflik aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan aset Barang Milik Negara (BMN). Terlebih dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, maka perlu ada penyesuaian pengaturan Reforma Agraria, seperti pengaturan penambahan objek TORA yang berasal dari paling sedikit 30% aset Bank Tanah, serta pendayagunaan Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN) untuk pertanian dan non-pertanian dalam rangka kepentingan masyarakat dan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H