Penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) telah menjadi sesuatu yang tak bisa ditunda lagi. Berbagai inisiatif dan proyek telah dijalankan sebagai bagian dari upaya menekan laju peningkatan suhu bumi akibat gas buang dari CO2 hasil pembakaran kendaraan dengan bahan bakal fosil. Dari sisi pemerintah Indonesia, penggunaan EBT itu telah dilaksanakan melalui mandatory biodiesel sejak tahun 2014 lalu. Ada beberapa target yang ingin dicapai dari tujuan tersebut, baik secara ekonomi, sosial maupun lingkungan. Mulai dari ketahanan pangan, kemandirian energi hingga pencapaian target Pembangunan Berkelanjutan yang salah satu poin pentingnya adalah penggunaan energi baru terbarukan. Seperti diketahui Biodiesel merupakan campuran Bahan Bakar Nabati (BBN) berbasis minyak sawit dengan bahan bakar minyak diesel.
Sejak pertama kali diluncurkan, kadar campuran biodiesel terus ditingkatkan mulai dari 15 persen (B15) pada tahun 2015, 20 persen (B20) pada tahun 2016, dan 30 persen (B30) pada tahun 2020. Langkah demikian adalah wujud dari keinginan dan konsistensi pemerintah dalam percepatan transisi energi inklusif dan berkelanjutan dan pada 1 Februari 2023 tingkat campuran mandatori biodiesel akan kembali dinaikkan menjadi 35 persen(B35).
"Peningkatan ini merupakan bagian rencana mengganti bahan bakar solar untuk mesin diesel yang selama ini kita pakai sekaligus mengarahkan penggunaan energi ramah lingkungan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan,"kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menyampaikan keynote speech dalam acara Talkshow Energy Corner Special: Implementasi Mandatori Biodiesel B35, Selasa (31/1/2023) di Graha Sawala Kantor Kemenko Perekonomian.
Tak cuma berkaitan dengan lingkungan, kebijakan b35 ini juga berkait pada aspek ekonomi dimana mampu menyerap 13,15 juta kiloliter biodiesel bagi industri dalam negeri yang pada bagian lain juga dapat menghemat devisa sebesar USD10.75 miliar serta meningkatkan nilai tambah industri hilir senilai Rp16,76 triliun. Secara proyeksi lingkungan program ini juga bakal mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 34,9 juta ton CO2. " BUMN seperti Pertamina dan PLN juga didorong menggunakan produk yang lebih sustainable dan mendorong ini menjadi Key Performance Indicator dari para Direksi yang bergerak di bidang energi," kata Menko Airlangga.
Dari implementasi yang sudah dilakukan pada tahun lalu, B30 yang telah tersalur berjumlah sebanyak 10,5 juta kiloliter. Juga mampu menghemat devisa sekitar USD 8,34 miliar atau setara lebih dari Rp122 triliun. Program B30 juga menyerap tenaga kerja lebih dari 1,3 juta orang serta pengurangan emisi Gas Rumah Kaca sekitar 27,8 juta ton CO2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H