Salah satu persoalan rumit yang sedang diselesaikan oleh pemerintahan presiden Joko Widodo adalah persoalan pemetaaan lahan dan tanah di seluruh Indonesia. Berbagai kasus kerap muncul sebagai akibat tidak adanya data valid dan tunggal tentang status dan kepemilikan lahan.
Tumpang tindih klaim lahan, baik milik perorangan atau perusahaan. Tumpang tindih peruntukan hutan yang semestinya tetap dibiarkan hijau, tiba-tiba bisa saja berubah menjadi milik korporasi atau perusahaan perkebunan.
Kasus-kasus tersebut tidak jarang berujung bentrok yang tak jarang meminta korban jiwa. Hal-hal seperti itulah yang kemudian coba diselesaikan oleh pemerintah melalui Kebijakan Satu Peta.
Program ini sendiri sudah berjalan sejak tahun 2018 lalu dan terus disempurnakan hingga hari ini. Meski belum sepenuhnya tuntas, namun sejumlah persoalan secara perlahan berhasil dibenahi, meski masih jauh dari kata selesai. Karena lewat kebijakan tersebut, pemerintah punya landasan kuat dalam menyusun kebijakan terkait pembangunan.
Tujuan Kebijakan Satu Peta itu antara lain sebagai acuan tunggal sekaligus menjadi referensi geospasial, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal. Selain itu bisa menjadi acuan tepat sekaligus akuntabel bagi pelaksanaan beragam program serta perumusan kebijakan berbasi spasial.
Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto Kebijakan Satu Peta ini sangat penting dan strategis dalam mendukung percepatan pelaksanaan pembangunan nasional yang berkeadilan melalui pertumbuhan dan pemerataan ekonomi secara nasional yang berkelanjutan
Berbicara pada pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kebijakan Satu Peta di Jakarta pada Selasa (4/10), produk Kebijakan Satu Peta telah dibagipakaikan kepada seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) termasuk Pemerintah Daerah.
Produk ini juga telah dipakai untuk mendukung banyak program nasional berbasis spasial, seperti Online Single Submission (OSS), Reforma Agraria, optimalisasi konektivitas infrastruktur dan pengembangan wilayah, perbaikan kualitas tata ruang, penetapan Lahan Sawah Dilindungi, pengembangan Food Estate, konsolidasi data perkebunan kelapa sawit nasional, dan perbaikan tata kelola penerbitan izin dan hak atas tanah melalui penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan ruang.
"Dengan Satu Peta ini Kementerian dan Lembaga diminta menyusun rencana aksi guna menyelesaikan seluruh hal yang terkait dengan tumpang tindih lahan. Ini menjadi komitmen kita bersama K/L, agar pemutakhiran data geospasial ini menjadi bagian penyelesaian ketidaksesuaian dan pemanfaatan ruang dalam Kebijakan Satu Peta," kata Menko Airlangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H