Hingga kuartal 2 tahun 2022 ekonomi Indonesia menjadi satu dari sedikit negara di dunia yang tetap tumbuh positif di tengah gejolak yang ada. Data yang gilirannya akan menjadi penanda bahwa ditengah berbagai masalah ekonomi global yang mengancam akan melahirkan resesi.
Namun ditenga situasi suram tersebut pertumbuhan serta data yang dimiliki Indonesia justru berbanding terbalik, sehingga banyak lembaga-lembaga internasional dan prediksi pengamat yang menyebut negara ini akan selamat dari deraan resesi.
Prediksi optimimistik itu mengacu kepada data pertumbuhan ekonomi yang tumbuh hingga 5 persen dalam tiga kuartal terakhir. Hal itu sejalan dengan rilis data BPS (Badan Pusat Statistik) yang menyebut data pertumbuhan mencapai 5,44 persen (year on year) pada kuartal 2 tahun ini sebagai sebuah pencapaian impresif.
Impresi yang diraih itu menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, bisa diraih melalui beragam kebijakan yang diambil pemerintah khususnya dalam kaitan pemberian sokongan untuk kelompok manufaktur dan sektor ekspor.
Kebijakan yang juga terbantu oleh inflasi yang terkendali, dimana hingga Juli 2022 inflasi Indonesia tercatat 4,94%. Bandingkan dengan Amerika Serikat yang mencapai 8,5%, Jerman 7,5%, dan Prancis yang mencapai 6,1%, artinya yang diraih Indonesia jauh diatas negara-negara maju itu.
Tak cuma itu, kemampuan untuk tetap bisa menjaga ekonomi tumbuh juga ditopang oleh kebijakan lain, berupa pemberian subsidi, di tengah meroketnya harga-harga energi dan pangan dunia. Penggunaan kekuatan fiskal guna menyerap sebagian dari kenaikan harga pangan agar daya beli masyarakat tetap terjaga.
Sedangkan negara-negara lain melakukan "pass-through" yang berarti harga energi ditransmisikan kepada masyarakat," ungkap Menko Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
Dengan demikian, secara garis besar, APBN yang menjadi tanggungjawab pemerintah juga difungsikan sebagai peredam terhadap gejolak eksternal yang masih terjadi. Tujuannya agar daya beli masyarakat tetap ada mengingat sebagian besar ekonomi Indonesia tergantung kepada konsumsi masyarakat.
Maka tidak heran jika pada tahun 2022 ini, alokasi anggaran penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sebesar Rp455,6 Triliun tetap jadi strategi utama dalam pemulihan ekonomi dan pengurangan kemiskinan ekstrim untuk mereka yang masih terdampak, baik langsung maupun tidak dari pandemi itu.
Kemampuan pemerintah untuk tetap memberi dukungan untuk mempertahankan daya beli masyarakat itu juga ditopang oleh modal eksternal yang sangat baik. Itu terjadi setelah Indonesia mampu mencatat surplus perdagangan selama 26 bulan secara berturut-turut, yang pada gilirannya menjadikan ruang fiskal menjadi lebih terbuka.
Belum lagi bicara data ekonomi lain seperti pertumbuhan ekspor tertinggi yang nyaris mencapai 40 persen. IHSG yang sudah kembali naik ke level pra pandemi. Sementara utang pemerintah masih dibawah 40 persen PDB.