Interaksi antar negara di dunia pasca pandemi covid-19 yang mengalami berbagai pembatasan, tak membuat hubungan dan interkoneksi satu sama lain menjauh. Keterpisahan dan upaya-upaya sejumlah negara yang terkesan hanya berusaha mengamankan situasi pandemi dalam negeri masing-masing menunjukkan hasil yang tak selalu sesuai harapan.
Ketergantungan satu negara dan kawasan dengan negara lain justru kian menguat. Tak ada satupun pemerintah yang mampu bertahan dan mandiri dalam menghadapi persoalan, baik internal maupun yang datang dari luar.
Meski sejumlah negara hingga saat ini masih ada yang merapkan konsep tertutup, namun keterpangaruhan dari dinamika mancanegara tak selalu mampu ditepis begitu saja. Atau kita lihat saja penanganan sejumlah negara terkait pandemi covid-19.
Masih ada pemerintah sejumlah kota yang menerapkan konsep lockdown atau penguncian total, meski pada saat bersamaan, ada negara lain yang justru dianggap berhasil mengatasi pandemi tersebut dengan penanganan yang lebih longgar.
Saat banyak negara mulai melonggarkan pembatasan aktifitas bagi warganya, seiring penanganan virus yang mulai menunjukkan hasil. Itu dengan harapan ekonomi bisa kembali digerakkan dengan utilitas penuh. Namun semua berubah karena ancaman pelambatan pertumbuhan yang tadinya sempat ditatap secara optimis, kembali mengemuka.
Serangan Rusia ke Ukraina, dan embargo sejumlah negara kepada Kremlin suka atau tidak telah membuat upaya pemulihan ekonomi global tersebut kembali melemah. Tak ada yang juga menyangkal bahwa situasi ekonomi global juga masih rentan menyusul serangan Covid-19 yang telah berlangsung selama dua tahun ini.
Sementara bagi Indonesia, kendati tak bersinggungan langsung, invasi Rusia ke Ukraina juga membuat situasi tidak nyaman. Ketidaknyamanan yang ditimbulkan lebih karena masalah ekonomi. Situasi itu terlihat dari kelangkaan minyak goreng yang telah terjadi sejak akhir tahun lalu, meski sejumlah langkah dan kebijakan telah diambil.
Mengapa kelangkaan minyak goreng di pasar tradisional juga berhubungan dengan kondisis dua negara yang terletak di benua birut tersebut. Masalahnya tak lain tak bukan karena, kebutuhan minyak goreng negara-negara di kawasan itu sebagian besar dipasok dari Ukraina dan Rusia. Keduanya adalah pemasok utama minyak bunga matahari untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati Eropa Barat,selain sawit Indonesia dan kedelai Amerika Serikat.
Sekarang pasokan minyak tersebut berkurang drastis, dan hanya bisa dipenuhi oleh negara-negara ketiga dalam hal ini Indonesia dan Malaysia. Situasi yang secara langsung telah membuat harga komoditas ini, baik mentah maupun bahan jadi mengalami kenaikan. Kenaikan yang secara tidak langsung berdampak kepada ketersediaan pasokan di pasar dalam negeri. Mengingat harga untuk mancanegara yang lebih kompetitif.
Seperti disebut diatas, dinamika peristiwa di berbagai belahan dunia yang turut mempengaruhi kondisi dalam negeri, juga tak luput dari perhatian pemerintah, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan sehari-hari, seperti kebutuhan minyak goreng tadi.
Untuk itu, seperti disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, pemerintah selalu mengikuti trend harian berbagai komoditas utamanya pangan dan energi sebagai akibat daripada kondisi geopolitik di Rusia dan Ukrania.