Pemanasan global serta upaya penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) masih jadi isu global. Bagi Indonesia, situasi tersebut menjadi nilai tambah sebagai bagian dari upaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Caranya, dengan upaya transisi kepada ekonomi hijau yang memberi prioritas terhadap pembangunan rendah karbon yang inklusif serta berkeadilan.
Bahkan, komitmen untuk mempercepat transisi itu diwujudkan dalam komitmen penurunan emisi GRK sebesar 29 persen tahun 2030 pada situasi bisnis rutin dan naik hingga 41 persen jika berkolaborasi dengan dunia internasional.
Langkah aplikatif dan strategis dari komitment tersebut telah dilakukan untuk sejumlah sektor kritis perubahan iklim, seperyi pada sektor Forestry and Kehutanan dan Guna Lahan/Other Land Uses (FOLU), energi, pertanian, pengolahan limbah, serta Industrial Process And Product Uses (IPPU). Semuanya tak lepas dari strategi besar pemerintahan presiden Joko Widodo dalam aspek ketahanan dan kedaulatan energi Indonesia masa depan.
Maka, upaya terbesar yang sedang gencar dilaksanakan pemerintah ada pada sektor Kehutanan dan Guna Lahan serta energi. "Keduanya merupakan kontributor terbesar GRK Indonesia, dimana FOLU menghasilkan sekitar 60%, dan sektor energi menghasilkan 36%," tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat berbicara dalam Seminar Nasional dengan tajuk "Sustaining Indonesia Energy Security and Accomplishing Net-Zero Emissions through Petroleum Engineering Technology & Education" di Jakarta, pekan lalu.
Untuk sektor FOLU, Indonesia tercatat sukses mengendalikan kebakaran lahan dan hutan turun hingga 80 persen pada tahun 2020. Rehabilitasi hutan bakau dengan target seluas 600 ribu hektare sampai di 2024, yang merupakan terluas di dunia. Saat ini, Indonesia berambisi menjadikan sektor FOLU sebagai carbon net sink di 2030, sehingga terjadi netralitas karbon di sektor tersebut.
Langkah maju lainnya pad sektor energi juga sudah berjalan. Bermula dari pemanfaatan energi baru terbarukan, pengembangan biofuel, pembangkit listrik tenaga surya yang ditarget sebagai yang terbesar di Asia Tenggara, Ekosistem mobil listrik dan industri berbasis clean energy. Saat ini yang menjadi target serta fokus pemerintah adalah peningkatan bauran EBT (Energi Baru Terbarukan) dari 11 persen saat ini menjadi 23 persen pada tahun 2025 mendatang.
Apa yang telah dilakukan itu sekaligus juga menjadi pesan agar semua pihak segera melakukan inovas dan beradaptasi dengan teknologi ramah lingkungan. Apa yang akan dan sedang dilakukan pemerintah saat ini sejatinya adalah bentuk pelaksanaan dari perencanaan dan strategi besar di bidang ketahanan energi yang itu menjadi nyawa bergeraknya roda ekonomi sekaligus pertaruhan nasib dan kedaulatan sebuah bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H