Salah satu unsur bisnis yang mendorong industri kelapa sawit Indonesia menjadi salah satu raksasa dunia adalah dunia keuangan atau lembaga pembiayaan, dalam hal ini perbankan. Itu tak lain karena sebagian pelaku usaha sawit baik dalam dan luar negeri yang beroperasi di Indonesia membiayai kegiatan usaha mereka lewat skema pembiayaan lembaga-lembaga tersebut.
Maka, sebagai salah pihak turut membesarkan salah satu industri andalan devisa tanah air ini, tanggungjawab yang diemban tentu tak sekedar memastikan peminjam menyelesaikan tanggung jawabnya kepada peminjam modal. Pemberi modal sudah selayaknya juga memastikan praktek bisnis rekanan bisnis mereka tersebut harus sesuai dengan prinsip Green Economy.
Seperti diketahui paradigm green economy adalah suatu gagasan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan sosial masyarakat, sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan secara signifikan. Salah satu kerusakan yang timbul antara lain dengan peristiwa kebakaran lahan yang terjadi Sumatera dan Kalimantan yang sebagian pelakunya adalah korporasi.
Suka atau tidak, insiden kebakaran yang memunculkan kabut asap di sejumlah kota dan wilayah dua pulau tersebut sangat merugikan,, terutama masyarakat sekitar. Tidak hanya itu, kerusakan lingkungan dan fauna yang mati juga tak bisa diabaikan begitu saja.
Sejatinya, pemerintah sendiri sudah membuat rambu tegas tentang prinsip bisnis yang tak mengabaikan pelestarian lingkungan, hak adat masyarakat lokal yang terangkum dalam komitmen No Deforestation, No Peat Development and No Exploitation (NDPE).
Rambu NDPE tersebut terangkum dalam Kepmen ESDM No.2018K/10/MEM/2018, yang berisikan kewajiban bagi Pertamina dalam memilih perusahaan minyak sawit penyalur CPO untuk biodiesel yang sudah memiliki komitmen bisnis berkelanjutan alias green economi seperti disebut diatas.
Namun aturan pemerintah tersebut sejatinya masih belum cukup kuat untuk mendorong korporasi dan industri sawit dalam memenuhi seluruh syarat yang ditetapkan. Ini tak lain karena kondisi dan penataan industri sawit yang aturannya masih tumpang tindih. Kondisi yang memberi celah bagi perusaahaan yang berniat nakal demi keuntungan mereka.
Untuk itu, pada titik ini, lembaga keuangan yang terlibat dalam peminjaman dana kepada perusahaan minyak kelapa sawit terutama kepada korporasi penyalur biodiesel perlu dan ikut bertanggungjawab untuk menciptakan biodiesel yang berkelanjutan di Indonesia. Lembaga keuangan tersebut perlu juga memperhatikan isu lingkungan dan isu sosial saat pemberian pinjaman kepada perusahaan perkebunan sawit.
Sebab, jika perusahaan yang mereka danai tak menjalankan prinsip dan aturan dalam NDPE, maka mereka telah mengakibatkan hasil yang negatif bagi warga negara Indonesia yang berada di wilayah operasi perusahaan minyak sawit. Itu tak lain karena NDPE harus jadi pedoman bagi perusahaan minyak sawit terutama sebagai penyalur biodiesel untuk menciptakan biodiesel yang berkelanjutan di Indonesia.
Maka pada titik ini, peran lembaga jasa keuangan dalam penerapan Komitmen Sustainable Finance mereka menjadi sangat penting dalam mendukung investasi dan finansial di sektor perkebunan sawit. Sebab dengan peneguhan komitmen keuangan tersebut, akan turut membantu terciptanya kinerja dan tata kelola sektor sawit di Indonesia yang berpedoman kepada prinsip bisnis berkelanjutan.