Indonesia adalah produsen utama kelapa sawit dunia. Bersama negara tetangga Malaysia, produksi yang dihasilkan mencapai 90 persen dari total produksi dunia. Namun, tak seperti minyak bumi untuk Arab Saudi yang menjadi produsen utama dunia sekaligus menjadi penentu harga patokan dunia, Indonesia sama sekali tak mampu memanfaatkan keuntungan tersebut.
Harga komoditas yang produk turunannya telah digunakan untuk beragam kebutuhan harian rumah tangga ini, justru ditentukan oleh negara-negara Eropa tempat sebagian besar tujuan ekspor bahan mentah ini ditujukan.
Kenapa bisa terjadi ?, itu tak lain karena para stakeholder dalam negeri hingga hari ini masih mempertahankan ego sektoral dan kepentingan masing-masing saat menghadapi masalah.
Fakta itu diakui sendiri oleh sejumlah perusahaan, PMDN atau PMA. Mereka kerap harus berjuang sendiri jika menghadapi masalah, baik persoalan lingkungan dengan masyarakat atau lembaga non pemerintah terkait lokasi perkebunan tempat pohon ditanam.
Atau terpaksa bertahan sendiri ketika isu-isu deforestasi, lingkungan hidup menyasar hasil produk dari perkebunan yang sudah masuk ke pasar sejumlah negara, khususnya Eropa.
Persoalan tersebut sebenarnya sudah dipahami para stake holder atau pemerintah. Semuanya satu suara, bahwa pelaku dan pihak terkait industri sawit dalam negeri berjalan sendiri-sendiri.
Meski saat Indonesia punya dewan sawit yang disebut DMSI alias Dewan Minyak Sawit Indonesia). Namun gaung dan suara asosasi yang membawah delapan asosiasi sawit tersebut cenderung pasif.
Sebagai contoh dalam perkara kebakaran lahan yang umumnya terjadi di sejumlah perkebunan sawit, mereka hanya diam tak bereaksi apa-apa. Termasuk saat pemerintah memberi sanksi kepada perusahaan yang terlibat dalam pembakaran lahan di Sumatera dan Kalimantan.
Ini tak sama dengan Malaysia. Negara tersebut memiliki satu badan tunggal yang disebut MPOB atau Malaysian Palm Oil Board.
Lembaga ini menjadi wadah tunggal para stakeholder negara tersebut dalam menghadapi persoalan dalam luar negeri, mulai dari promosi, produksi, hingga legalisasi.