Mendekati hari Natal, kami mendapati teman kami terkena serangan stroke.Ia ditemukan terkapar di di kamarnya dengan bekas muntahan darah yang sudah mengering di sekitar tempat tidurnya. Bersyukur karena seorang teman berinisiatif mencarinya untuk diajak sarapan.Ia segera dilarikan ke rumah sakit terdekat dan mendapat pertolongan. Pembuluh darahnya pecah baik di bagian kanan maupun kiri.
Teman kami adalah seorang perantau. Ia sedang menempuh pendidikan di Filipina. Ini bulan ke tujuhnya di negeri Filipina. Jadi tidak ada siapa-siapa yang ia miliki selain kenalannya. Lalu dengan inisiatif bersama, kami mengurus dari soal jaga, koordinasi dengan instansi yang mengirimnya belajar di sini, dan juga sanak familinya di Kalimantan.
Sekarang teman kami ini masih belum sadarkan diri. Ia seperti sedang tidur lelap. Ia mungkin tidak tahu kalau tim medis telah mengoperasi dan mengevakuasi gumpalan darah di otaknya. Ia terlentang tak berdaya di atas pembaringan di ICU. Seandainya bayi, tentu ia masih bisa menggerakkan kaki tangan dan menangis. Tetapi kondisinya lebih buruk dari seorang bayi. Ia hanya bisa dirasakan kehadirannya dari gerakan nafas di perutnya dan mesin kesehatan yang memberi indikasi ada sesuatu yang hidup di dalam tubuhnya.
Paradok Natal
Kejadian genap 6 hari yang lalu seolah-olah membuka mata saya.Kenapa ini justru terjadi di saat kami selesai dari ujian, lalu menikmati liburan dan mempersiapkan natal. Yang menyedihkan lagi, teman kami yang terkena serangan stroke adalah seorang imam katolik. Bagi seorang imam katolik, perayaan natal menjadi momen untuk melayani umat menyambut Natal. Natal merupakan saat yang baik untuk menghadirkan Allah dalam kesadaran harian.
Namun kini sebaliknya. Teman kami lebih buruk keadaannya dari seorang bayi. Tak berdaya. Tak sadarkan diri. Sontak saya juga tersadar, betapa hebatnya Tuhan. Justru melalui teman kami yang terbaring itu, Tuhan Allah mau bilang, pelayanan natal itu lebih dari sekedar perayaan ekaristi di gereja. Natal itu bukan melulu nostalgia dengan si bayi mungil, yang oleh orang kristen diimani sebagai Mesias.
Bukankah faktanya Yesus sudah lahir? Ia telah tidak secara fisik berkelana di atas bumi. Maka, kalau memimpikan natal sebagai kelahiran bayi mungil, tentu ini sangat lucu.
Kristianitas, khususnya agama Katolik percaya kalau Yesus akan datang lagi pada akhir Jaman. Tapi entah kapan itu. Lah Yesus sendiri mengatakan, "Tentang waktu, hanya Allah Bapa yang tahu." Ia juga mengatakan, "Kedatangan akhir jaman itu seperti pencuri di malam hari." Jadi? Who knows?
Suatu kali Yesus bicara tentang penghakiman akhir jaman dengan sederet pertimbangan tentang tindakan iman kepada mereka yang lapar, miskin, dipenjara, sakit dan dikucilkan masyarakat. "Apa yang kau lakukan pada saudaraku yg paling hina ini, kau lakukan padaku."
Oh, inilah natal kami. Menyambut kehadiran Tuhan dalam keseharian melalui tubuh teman kami yang tak sadarkan diri.Saya justru melihat tubuh teman kami di ICU merupakan pelayanan natal yang indah.Ia tidak bisa memimpin perayaan ekaristi natal tetapi ia memanifestasikan betapa sederhananya merasakan kehadiran Tuhan dalam mereka yang lemah, sakit, dan tak berdaya. Palungan yang dibuat adalah ICU dengan kabel-kabel dan oksigen. Yang hebat lagi, ia mampu membangkitkan kasih dari teman-temannya untuk lebih banyak berdoa dan bersolidaritas.
Engkau sungguh tanda nyata tentang Dia yang pernah dilahirkan di Betlehem. Bukan dengan glamour dan eloknya gemerlap lampu natal tetapi dengan keterbatasan dan ketidakberdayaan.Selamat merayakan natal teman kami romo Tarcisius Priyanto Pr. Segera sadarkan diri dan sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H