Lihat ke Halaman Asli

"Smart City" di Papua untuk Siapa?

Diperbarui: 13 Juli 2016   11:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi smart city. (Sumber: www.we-n.eu)

Membaca materi dari Pak Suhartono terkait Konsep Smart City dan Kemungkinan Penerapannya di Papua pada saat Rakornis Diskominfo Kabupaten/Kota Se-Papua di kota dingin Wamena pada 1 Juni 2016, menarik untuk mendiskusikannya bersama. Saya pribadi mengapresiasi konsep ini. Semua pihak harus mendukung konsep tersebut, tetapi pertanyaan untuk kita semua adalah, sejauh mana partisipasi masyarakat nantinya bila konsep tersebut diimplementasikan? 

Untuk lebih menyederhanakan konsep smart city, secara tradisional "smart city " dapat didefinisikan sebagai kota yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam memungkinkan infrastruktur kota. Artinya, komponen dan fasilitas di dalam berfungsi secara interaktif, efisien, dan yang pada akhirnya warga masyarakat menyadari pentingnya keberadaan mereka. Smart city penting untuk menyokong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan kualitas hidup yang tinggi, pengelolaan sumber daya alam melalui keikutsertaan pihak pemerintah.

Saya terlibat secara langsung dalam beberapa kegiatan pendampingan beberapa NGO lokal dalam melakukan inventarisasi potensi wilayah di pesisir pantai utara dan selatan Pulau Papua. Suatu ketika dalam seminar teknologi informasi saat saya menempuh studi S2 CIO di Magister Teknologi Informasi UGM , ada sebuah seminar yang diselenggarakan oleh PUSTIK - Universitas Gadjah Mada, pemateri (kalau tidak salah Pak Bambang dosen dari FIKOM UGM) menyajikan materi dan dari sebuah slide tampak seorang pria sedang menaiki pohon untuk menelepon dan pohon tersebut diberi nama pohon sinyal karena si pria tersebut mencari sinyal di pohon. Gambar atau foto tersebut diambil dari Papua. dan saya juga sempat berjalan ke kampung Klaily di Tanah Malamoi-Kabupaten Sorong, yang saya dapati adalah banyak orang berkumpul di sebuah gunung. Untuk menemukan sinyal HP, mereka harus naik ke gunung untuk menelepon sanak keluarga mereka, mungkin saja anak mereka yang sedang kuliah baik itu di Papua atau luar Papua. Itu adalah potret buram infrastruktut TI di Papua dan ada kecenderungan monopoli bisnis komunikasi di Papua. Kami amati Telkomsel hampir menguasai pangsa pasar telekomunikasi seluler di Papua.

Sementara kita tentu menyadari sepenuhnya bahwa beberapa elemen kunci seperti pengetahuan, teknologi, kepemimpinan & kerja sama atau kemitraan menjadi penting dalam implementasi smart city atau kota cerdas. Dalam pengamatan saya pribadi, pengetahuan tentu bisa di-update sehingga tidak bisa dikatakan di Papua belum siap. Namun, dalam konsep SDM smart city, sudah harus ada peta SDM di setiap SKPD atau stakeholder yang nantinya terlibat dalam penerapan smart city. Lalu "teknologi", teknologi berkembang setiap saat dan semakin canggih. 

Sayangnya, hal itu tidak dibarengi dengan implementasi yang secara substansi menyentuh kebutuhan masyarakat. Saya teringat ucapan Pak Ilham Habibie, Putra BJ Habibie kepada Dewan TIK Papua yang beberapa waktu lalu bertemu beliau. Beliau berharap TIK di Papua harus diubah paradigmanya, misalnya dari TIK yang hanya untuk konsumsi masyarakat harus bisa diubah menjadi untuk kepentingan produktif bagi masyarakat. Ini penting untuk mendorong peran masyarakat dalam implementasi TIK untuk menopang ekonomi kerakyatan.

Sejak Kepala Diskominfo Provinsi Papua dilantik, tidak membutuhkan waktu yang lama, sudah dibuatkan Road map TIK untuk persiapan PON 2020 di Papua dan tim dari Papua beberapa waktu melakukan studi banding ke Jawa Barat Bandung untuk melihat implementasi TIK ketika PON akan dilaksanakan. Tentu penghargaan harus kita berikan atas sikap proaktif Ibu Kansiana Salle yang saat ini menjabat kepala kantor. Saya pernah bertemu saat praktik magang D-III Komputer dan Seminar Nasional pembentukan Kantor Pengelolah Data Elektronik Papua, yang waktu itu saya tercatat mahasiswa S1 ISTJ yang ikut menandatangani hasil rekomendasi pembentukan Kantor Pengelolah Data Elektronik di Pemda Papua.

Dari uraian saya ini, sasaran atau pertanyaan sesuai judul di atas adalah smart city untuk siapa? Untuk persiapan PON 2020 di Papua atau untuk masyarakat? Gubernur Lukas Enembe termasuk Gubernur Papua yang berani. Sebagai orang Papua, saya bangga akan keberanian beliau. Road map PON 2020 sudah ada. Ini menunjukkan SKPD terkait bekerja untuk PON 2020. Tentu kita berharap konsep smart city tidak sekadar wacana dan sebaiknya tujuan untuk masyarakat lebih dikedepankan melalui agenda PON 2020. Kalau sampai diabaikan sayangnya kita menyisakan kisah kegagalan Otsus dalam bidang TIK di Papua. Karena apapun alasannya keempat komponen pembentukan smart city perlu dikawal bersama oleh semua stakeholder untuk mendukung Papua Bangkit bersama smart city.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline