"Semua trauma adalah bagian dari hidup".
Satu lagi film festival yang akhirnya tayang di bioskop Indonesia: Kucumbu Tubuh Indahku (Memories of My Body) karya Garin Nugroho.
Ini menjadi salah satu film yang paling ditunggu di Jogja-Netpac Asian Film Festival 2018 yang berlangsung di Jogja tahun lalu.
Bagaimana tidak? Tema JAFF 2018 adalah Focus On Garin Nugroho. Berkat tema tersebut saya yang terbilang awam di dunia "menonton film festival" menjadi belajar bahwa Garin Nugroho itu semacam gurita di perfilman Indonesia.
Ada banyak karya Garin yang hingga kini mengilhami karya-karya lain. Dahsyatnya, Garin adalah laki-laki yang menyebarkan bibit kegelisahan itu, bukan hanya kepada para sineas film tapi juga bagi para penonton, pengamat, dan pembaca karyanya.
Selama beberapa hari saya menikmati Garin lewat Gerbong 1, 2, ... (1985), Cinta Dalam Sepotong Roti (1990), Surat Untuk Bidadari (1994), Bulan Tertusuk Ilalang (1994), Aikon: Sebuah Peta Budaya (1995), Dongeng Kancil Untuk Kemerdekaan (1995), My Family. My Film. My Nation (1998), Puisi Tak Terkuburkan (1999), Aku Ingin Menciummu Sekali Saja (2002), Opera Jawa (2006), Mata Tertutup (2011), Guru Bangsa: Tjokroaminoto (2015) dan yang paling spesial Kucumbu Tubuh Indahku (2018) tayang perdana di Indonesia tanpa di sensor hanya di JAFF.
Mendengar kata "tanpa sensor" ini saja sudah menggairahkan, bukan? Apalagi setiap selesai menonton film, Garin hadir dan kami bercakap-cakap membahas filmnya secara langsung dengan beliau. Kesempatan yang sungguh langka.
Sesuatu yang khas Garin adalah film-filmnya sarat dengan statement dan jujur saja, penuh dengan pandangan politik yang berusaha ditanam ke dalam alam bawah sadar kita. Misal saja, untuk bisa memahami pola pikir dalam Film Marlina si Pembunuh Dalam Empat Babak (2017) karya sutradara Mouly Surya, Anda sebaiknya menonton Surat Untuk Bidadari (1994) karya Garin Nugroho untuk memahaminya secara utuh.
Filmnya dibuat dengan rentang tahun yang begitu jauh, tapi Surat Untuk Bidadari (1994) -lah asal muasal dari semua kegelisahan Marlina.
Garin adalah maestro dalam menggabungkan dokumenter menjadi cerita film yang kita tonton. Seperti itulah yang kita rayakan saat menonton Kucumbu Tubuh Indahku.