Lihat ke Halaman Asli

Ozy V. Alandika

TERVERIFIKASI

Guru, Blogger

Jangan "Asbun" Ngomongin Jilbab! (Bagian 1)

Diperbarui: 28 Januari 2021   19:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Perempuan Berjilbab. Gambar oleh Pezibear dari Pixabay

"Seharusnya pemberitaan tentang jilbab yang sedang heboh di jagat maya dapat dijadikan sandaran untuk lebih dekat kepada syariat. Tapi ini malah sebaliknya, berasa ada oknum tertentu yang asbun sembari memanfaatkan situasi. Entah ingin mencari popularitas, cari cuan, atau...entahlah."

Kisah miris di SMK Negeri Padang yang bergaung kencang di berbagai media beberapa hari lalu telah mengajak kita untuk memetik kesimpulan bahwa Indonesia kembali mengalami "Intoleransi Beragama".

Benar bahwa intoleransi yang dimaksud adalah cerita lama, karena bertahun-tahun ke belakang peristiwa serupa sudah pernah terjadi.

Meski begitu, saya tidak akan menilik lebih jauh serta mengumbar masa lalu. Secara, permasalahan aturan jilbab sekarang saja sudah banyak melencengnya.

Lihat saja komentar para netizen di berbagai media sosial yang terus menghujam layaknya air bah yang menggusur daratan rumput-rumput kedamaian. Di luar dari konteks toleransi beragama, ada pula pihak tertentu yang seakan asyik memanfaatkan situasi sembari menyudutkan Islam.

Dimulai dari Pernyataan Pembelaan yang Kurang "Elegan" Terkait Aturan Jilbab

Tercatat ada dua pernyataan pembelaan yang paling kencang bergaung di beranda medsos netizen. Pertama, gaungan Mantan Wali Kota Padang, Sumatera Barat, Fauzi Bahar yang menegaskan bahwa jilbab sebagai aturan seragam di Padang dianggap sebagai kearifan lokal.

Kedua, ada pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang, Habibul Fuadi yang mengutarakan bahwa pihaknya akan tetap mempertahankan aturan jilbab (khusus siswi muslim). Beliau juga menambahkan bahwa salah satu manfaat jilbab adalah agar tidak digigit nyamuk.

Saya tak ingin tenggelam dalam rasa suudzon yang terlalu dalam karena kedua pernyataan di atas merupakan dalih pembelaan. Secara pribadi saya juga merasakan bahwa niat pihak pembela sejatinya adalah mulia, yaitu meningkatkan derajat kesadaran muslimah akan kewajiban jilbab.

Tapi, sayangnya konteks "aturan" tersebut malah bersemi di sekolah negeri yang memegang erat landasan berupa sila pertama Pancasila, UUD 1945 pasal 29, hingga Permendikbud nomor 45 tahun 2014.

Alhasil, kedua dalih tersebut malah kelihatan kurang elegan ketika dibaca publik, bahkan terkesan "asbun" alias asal bunyi. Apalagi sampai menyandingkan jilbab dengan kearifan lokal. Kacau!

Padahal sebenarnya pihak disdik Padang tadi ingin menegaskan kewajiban jilbab bagi perempuan muslim. Tapi sayang...

Makin ramai ciutan lidah-lidah berbisa yang berkoar bahwa jilbab adalah budaya Arab yang dibawa ke Indonesia. Ah, itu pernyataan, gagasan, dan anggapan yang meresahkan umat muslim.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline