Lihat ke Halaman Asli

Ozy V. Alandika

TERVERIFIKASI

Guru, Blogger

Tren Pendidikan 2021: Maaf Ya Spidol, Papan Tulis di Sekolah Ingin "LDR" Saja

Diperbarui: 6 Januari 2021   15:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustasi Papan Tulis dan Spidol. Gambar oleh StartupStockPhotos dari Pixabay

Tiap berganti tahun, datanglah tren baru. Ketika beberapa hari ini banyak orang memuji ramalan Steven Jobs tentang "kematian" Adobe Flash Player yang jadi kenyataan, ketika itu pula aku ingin menyoroti eksistensi pendidikan dari kacamata tren 2021.

Apa yang berubah? Terang terlihat oleh kedua bola mata bahwa kening pendidikan kita saat ini beberapa kali mengernyit menyaksikan eksistensi PJJ. Saban hari, ada-ada saja setangkup omelan, bahkan kata "bosan" sampai berjamuran di beranda media sosial.

Dengan dimanfaatkannya tren kebaruan pendidikan seperti aplikasi Zoom Meeting, Google Classroom, Google Form, LMS, YouTube, hingga beragam aplikasi belajar online lainnya, pemerhati teknologi pendidikan pasti menganggap bahwa ini kabar baik.

Tapi, kabar baik tersebut tidak melulu membuat para guru tersenyum. Ya, mayoritas guru dituntut untuk keluar dari "zona aman" sekaligus bersegera beradaptasi bin akrab dengan teknologi. Guru-guru muda sih yes, tapi guru-guru senior? Tidak semua, Bro.

Terlebih lagi dengan kondisi sekolah yang belum terjamah internet. Ada seberkas nada pesimis bahwa untuk apa akrab dengan teknologi, sedangkan keberadaan fasilitas kebaruan di sekolah "not available". Alhasil, banyak juga dari mereka yang masih "sayang" dengan spidol.

Tapi, aku rasa tren pendidikan dan pembelajaran di tahun 2021 tidak lagi begitu. Perlahan, rasa sayang guru terhadap spidol akan segera tergusur. Alasannya?

Ragam Alasan Mengapa Guru Mulai "LDR" dengan Spidol

Pada awal pindah tugas mengajar ke jenjang SD tahun 2019 lalu, aku sebenarnya sudah menyiapkan seperangkat ATK untuk menemani papan tulis di sekolah.

Minimal 3 buah spidol sudah aku beli sendiri, tinta spidol isi ulang juga begitu, bahkan penghapus pun selalu aku siapkan di saku tas. Beberapa hari sebelum mengajar, aku sudah survei ke sekolah. Di sana tidak ada sinyal, belum ada proyektor, bahkan papan tulisnya sudah "setengah" layak pakai.

Alhasil, mau tidak mau aku harus lebih akrab dengan papan tulis. Soalnya, aku kurang suka mengajar dengan cara mendikte. Daripada mendikte, aku lebih suka menghadirkan mind mapping alias peta pikiran di papan tulis.

Dari sanalah kemudian spidolku makin "dekat" dengan papan tulis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline