Buntut atas disahkannya RUU Ombinus Law Cipta Kerja menjadi UU pada Senin (5/10/2020) lalu, keselamatan dan ketenangan penduduk seantero negeri jadi terguncang. Awalnya warganet hanya "ribut-ribut", di medsos, tapi ketidaktenangan ini harus berlanjut dengan unjuk rasa.
Padahal saat ini masing-masing dari kita begitu kesusahan mengusir pandemi dari kediaman negeri, tapi mau bagaimana lagi, penegakan keadilan sangat penting untuk keberlanjutan hidup di bumi Pertiwi.
Sayangnya, RUU Omnibus Law Ciptaker yang telah diketok palu oleh DPR ini belum menyentuh keadilan maupun perbaikan sebagaimana yang diharapkan.
Diwarnai oleh kejar tayang pengesahan dengan terus menggelar rapat siang-malam hingga larut, terkuaklah kesan bahwa DPR menyembunyikan sesuatu dari masyarakat.
Terang saja, imbas dari ribut-ribut warganet di twitter beberapa waktu yang lalu, akhirnya bertebaranlah kisah dusta alias hoax UU Ciptaker yang menyulut emosi publik terhadap pemerintah.
Hasilnya, pemilik akun Twitter @videlyae yang menyebar hoax soal Omnibus Law UU Cipta Kerja ditahan dan terancam pidana 10 tahun penjara.
Jujur saja, kita cukup miris dengan keadaan ini. Logikanya sederhana sebenarnya. Kalaulah kemudian draf RUU Ciptaker yang bertebaran di dunia maya itu adalah kisah dusta, maka draf yang asli bin selesai revisi ada di mana?
Sangat disayangkan bila akses RUU Ciptaker final belum sampai di tangan publik.
Padahal, ada dua draf RUU Cipta Kerja dengan nama file yang berbeda, dari beberapa Anggota DPR. Satu draf dengan nama file "RUU Cipta Kerja FINAL-Paripurna" dan satu lagi dengan file "5 OKT 2020 RUU Cipta Kerja -- Paripurna".
Tapi, DPR melalui Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Ahmad Baidhowi menegaskan bahwa dua draf yang beredar tersebut bukan merupakan draf final yang akhirnya disahkan di sidang paripurna.