Pada hari Jumat (07/08/2020) kemarin, Kemendikbud telah menerbitkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus.
Biar lebih mudah untuk memahami, kita sebut saja "Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Darurat." Ungkapan "Darurat" kiranya sudah cukup untuk mewakili kondisi khusus (baca: bencana, pandemi) yang sedang melanda bumi Pertiwi tercinta.
Ya, kita belum bisa melanggar kenyataan ini, yaitu kenyataan bahwa dunia pendidikan Indonesia sudah setengah tahun dicecar oleh pandemi. Kalau dibandingkan dengan umur ubi rambat, dalam waktu setengah tahun saja kita sebenarnya sudah hampir dua kali panen.
Sedangkan pendidikan di tengah pandemi, apa yang bisa "dipanen"? Agaknya dalam beberapa hari ke depan para guru akan sibuk "memanen" Kurikulum Darurat rilisan Kemendikbud sembari mempelajari serta membandingkannya secara kondisional.
Mengapa perlu dibandingkan? Kurikulum Darurat ini sendiri adalah Kurikulum Alternatif sehingga tidak diwajibkan secara khusus untuk diterapkan oleh semua sekolah. Niatnya Mas Nadiem selaku Mendikbud ialah memberikan keluwesan bin fleksibilitas kepada pihak sekolah.
Para guru disilakan untuk memilih antara mau tetap menggunakan Kurikulum Nasional, Kurikulum Darurat racikan Kemendikbud, atau boleh juga meracik Kurikulum versi sendiri.
Kebetulan, saya di sini lebih memilih kurikulum versi sendiri. Bukannya tidak paham atau tidak menerima Kurikulum Darurat, namun saya merasa bahwa kurikulum khusus racikan sendiri lebih sederhana dan cocok dengan keadaan siswa.
Nah, bagaimana dengan Bapak/Ibu guru sekalian? Apakah Bapak/Ibu sudah kenal dan mempelajari lebih jauh tentang Kurikulum Darurat yang masih "panas" ini?
Sebenarnya tidak ada yang berbeda dari Kurikulum Darurat secara umum, hanya judulnya saja yang "Darurat" serta materinya yang disederhanakan sesuai dengan kondisi pandemi. Gambarannya, bisa kita pahami dari 8 prinsip utama Kurikulum Darurat berikut ini:
Prinsip Ke-1: Aktif
Sesuai dengan isi Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020, prinsip aktif di sini menekankan keterlibatan siswa, refleksi pengalaman, hingga pola pikir untuk bertumbuh.