Lihat ke Halaman Asli

Ozy V. Alandika

TERVERIFIKASI

Guru, Blogger

Senyum, Sedekah Penyembunyi Hati yang Berantakan

Diperbarui: 25 Juli 2020   20:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Please! Tunjukkan kepadaku senyum meronamu. Gambar oleh Flickr dari Pexels.com

"Senyum itu sedekah, sedekah itu ibadah."

Senyum adalah sedekah, rasanya kita sering mendengar ungkapan ini. Ungkapannya indah dan juga merupakan kalam dari seorang Nabi kita tercinta.

Senyum tampaknya merupakan kebaikan yang sepele, tapi ketahuilah, senyum adalah ibadah yang ringan untuk dilakukan, tapi dinilai berat dalam timbangan pahala. Asal ikhlas tapi, ya!

Ibadahnya ringan, juga mudah untuk dilakukan tiap-tiap orang dari semua kalangan umur. Bahkan, bayi yang baru berusia 1,5 -- 2 bulan saja sudah bisa tersenyum. 

Bayi saja sudah sering tersenyum, bagaimana dengan dirimu? Gambar oleh serenko dari freepik.

Bayangkan! Bayi saja yang belum lama lahir ke dunia sudah mampu menebar senyum. Kita yang sudah dewasa bagaimana? Jangan terlalu banyak menyimpan dendam, ya. Nanti hatimu yang membusuk! Ups

Meski demikian, lagi-lagi kita perlu belajar banyak dari seorang bayi. Bayi selalu ikhlas dalam memberikan senyuman. Hanya dengan teriakan "Ciluk...baaa. Ciluk Ciluk Ciluk...baaa", bayi bisa tersenyum dan meninggikan keceriaan kepada siapa saja yang berada di dekatnya.

Sedangkan kita?

Kalau kita yang diciluk-ciluk ba, bisa-bisa malah merajuk dan menganggap itu sebagai satire. Ups Ups, jangan-jangan terlalu banyak pake perasaan, ya!

Tapi, kenyataannya memang demikian. Senyumnya orang dewasa seringkali melahirkan prasangka walaupun prasangka itu bisa datang dari diri sendiri.

Ada yang tersenyum atas kesuksesan orang lain secara utuh lahir batin, ada pula senyuman yang hanya manis di bibir dan indah di padang mata. Sedangkan hatinya? Kita tak cukup ilmu untuk bisa membaca hati orang lain.

Ada yang tersenyum atas penderitaan orang lain sekaligus merasa bahwa dirinya lebih aman dibandingkan dengan mereka yang susah. Pada prasangka ini, tampak bahwa penyakit "merasa" itu sangat berbahaya dan kalau bisa, janganlah terus dilengketkan dengan senyum.

Walaupun begitu adanya, kita sebagai manusia memang tidak perlu mendalami atau mencampuri urusan orang lain secara lebih jauh. Secara, Allah dalam kalam-Nya memerintahkan kepada para hamba agar senantiasa menjauhkan diri dari prasangka. Sebagian prasangka adalah dosa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline