Lihat ke Halaman Asli

Ozy V. Alandika

TERVERIFIKASI

Guru, Blogger

Hari Konsumen Nasional, Mampukah Wabah Mendewasakan Produsen dan Konsumen?

Diperbarui: 20 April 2022   06:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar oleh Alexas_Fotos dari Pixabay

Hari Senin, tepatnya tanggal 20 April 2020 diperingati sebagai Hari Konsumen Nasional (Harkonas). Dalil peringatan ini didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2012 tentang Hari Konsumen Nasional.

Adapun mengenai pemakaian tanggal 20 April sejatinya dirujuk dari tanggal diterbitkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Agaknya momentum Harkonas tahun ini kurang tepat jika disorot dari sisi kemeriahannya. Terang saja, gara-gara Covid-19 puncak perayaan Harkonas yang semestinya diadakan pada akhir Maret 2020 kemarin harus ditunda hingga entah sampai kapan.

Padahal, jika saja peringatan ini jadi diadakan, maka akan ada banyak cerita tentang penguatan Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga.

Bagaimana tidak banyak, jika kita merunut dari hasil Pemantauan Indeks Keberlanjutan Konsumen (IKK) Indonesia yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan di tahun 2015, tertuang data bahwa pemahaman konsumen akan hak dan kebutuhannya masih rendah.

Nilai IKK Indonesia tahun 2015 hanya sebesar 34,17, dari nilai maksimal 100 sedangkan rata-rata nilai IKK di 29 negara Eropa yang sudah mencapai 51,31. Cukup jauh rentangnya, dan ini menandakan bahwa pemahaman konsumen hanya ala kadarnya saja.

Sebagian besar darinya belum seutuhnya mampu mendukung untuk menentukan pilihan konsumsi serta belum aktif dalam memperjuangkan haknya sebagai konsumen.

Lalu, mengapa dukungan, hak, dan penentuan pilihan konsumsi bagi konsumen begitu penting?

Agaknya Covid-19 memberitahukan kepada kita banyak hal tentang perilaku "tidak biasa" dari konsumen. Salah satu fenomena populer yang baru-baru ini terjadi adalah "panic buying" alias perilaku memborong barang hingga gila-gilaan atas dasar ketakutan terhadap wabah.

Awalnya mungkin disebabkan oleh ketakutan yang luar biasa terhadap Covid-19. Tapi, jika sudah keterlaluan, bukankah fenomena ini sudah mengarah kepada keserahakan? Bisa jadi, dan tentu saja.

Dampaknya juga akan sangat luar biasa. Dari sisi harga, barang-barang yang dibeli bisa naik drastis karena selain kebutuhannya meningkat, stoknya juga menipis. Dari sisi keamanan, sikap panik akan menjauhkan seseorang dari pikiran tentang aman karena mereka sedang "butuh sekali."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline